C4 P5

Sabtu, 18 November 2017

Bahkan Jika Pertempuran Berakhir

Di luar seragam tentara, mereka mengenakan penutup baju besi ringan. Sementara itu, di punggung, mereka membawa pedang begitu besar hingga nyaris tampak menggelikan. Ketiga gadis itu masing-masing menyelesaikan persiapan untuk bertempur.


"Baiklah, aku akan pergi. Sampai jumpa!" Ithea melambaikan tangannya penuh semangat dengan senyumnya yang biasa.

"... hm." Nephren mengangguk sedikit.

Chtholly sendirian langsung berbalik tanpa mengucapkan kata-kata selamat tinggal terlebih dahulu. Bros perak yang menempel pada seragam tentara di dekat dada hanya memancarkan cahaya samar seolah mencoba mengatakan sesuatu.

Setelah itu, ketiga peri tersebut melompat ke langit, figur mereka perlahan meleleh hingga terbenam.

***

"... apakah kau bodoh?" Itu adalah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Grick setelah mendengarkan ceritanya. "Kenapa kau di sini dan makan denganku?!"

"Apa maksudmu kenapa? Aku baru saja bilang padamu. Aku di sini untuk melaporkan situasi saat ini dan mengucapkan terima kasih."

"Kau bisa melakukannya kapan saja! Sekarang disebut sekarang karena ada pepatah sekarang atau tidak sama sekali, kau mengerti?!"

"... yah, aku tidak yakin apakah kau mengerti apa yang baru saja kau katakan."

"Siapa yang peduli denganku?! Dirimulah yang sedang kita bicarakan! Hanya kau!"

Nah, itu benar, tapi ...

Bingung dengan kesedihan Borgle --temannya yang tak terduga-- Willem meneguk kopi asinnya.



"Walau bagaimanapun, kepalaku penuh karena mengetahui bahwa di balik kedamaian di Regul Aire, ada sebuah drama dan pengorbanan yang tak terlihat. Yah, kurasa menumpahkan darah di tempat yang tak terlihat adalah tugas seorang tentara. Jika kau memikirkannya, itu wajar, tapi hanya memikirkannya dan benar-benar mendengar dirimu menceritakan tentang hal yang terjadi dalam kehidupan nyata sangat berbeda. Bagaimana menjelaskannya ... rasa bersalah karena tidak tahu tentang ini sebelumnya mungkin akan menghancurkanku ... atau lebih seperti aku ingin memeluk gadis-gadis itu sekarang ... ada apa dengan wajah menakutkan itu?"

"Bukan apa-apa," gumam Willem saat ia menghabiskan kopinya dengan wajah yang pasti akan membuat anak kecil menangis.

Grick menghela napas panjang. "Aku pikir ini akan menjadi pekerjaan yang lebih ringan dan mudah, jadi aku memberikannya kepadamu, tapi ... walau agaimanapun, menurutku ini masih dalam taraf berhasil. Akan sangat menakutkan apabila memikirkan apa yang akan terjadi jika aku tidak memikirkannya secara serius dan memberikan pekerjaan itu pada orang gila." Dia berhenti untuk meneguk kopi sedikit. "Jadi ... kenapa kau di sini?"

"Pertarungan mereka di Pulau ke-15 akan dimulai besok dan itu akan berlangsung selama berhari-hari. Kontak apapun tentang hasilnya tidak akan lama lagi, kau tahu? Tidak banyak yang bisa aku lakukan sekarang."

"Tidak tidak Tidak! Biasanya di saat seperti ini, kau seharusnya sangat khawatir dan tidak bisa makan dengan benar atau tidak bisa tertidur atau semacamnya! Jadi, kenapa kau menjalani kehidupan sehari-hari seperti tidak ada yang terjadi sama sekali?!"

"Walaupun aku cemas, hal itu tidak akan mengubah peluang mereka untuk menang. Sampai kemarin, aku mengajari mereka semua yang aku bisa dan menyetel pedang mereka dengan sebaik mungkin. Tapi, peluang mereka pulang ke rumah dengan selamat mungkin masih sedikit di atas lima persen. Tidak ada gunanya mulai khawatir sekarang."

"Oh ayolah! Kau dan semua orang tidak bisa meragukan kemenangan mereka!"

"Aku bukan tipe yang mengalihkan mataku dari kenyataan."

"Tapi jangan tolak matamu dari harapan dan impianmu juga! Kau hanya harus percaya!"

"Semua orang berjuang karena hidup tidak berjalan seperti itu ... Bagaimanapun, begitu yakin pada sesuatu akan membuatmu semakin sulit untuk kembali ke kenyataan ketika sesuatu yang tidak terduga terjadi. Jika aku percaya pada mereka, itu berarti aku harus siap menerima hasil apa pun yang mereka raih."



"Kata-katamu begitu dingin, Bung! Aku tidak merasakan panasnya percintaan dalam kata-katamu!"

"Aku berasal dari sebuah ras yang tidak cocok untuk menjadi Salvagers." Grick tertawa terbahak-bahak diikuti Willem yang berdiri.

"Mau mengunjungi tempat lain?"

"Yeah, aku harus belanja makanan kecil."

"Willem ... kau benar-benar hanya menjalani kehidupan sehari-harimu, ya?"

"Tentu saja. Ada orang yang berjuang untuk melindungi gaya hidup ini untukku."

Grick terdiam.

Tepat saat Willem akan cepat-cepat mengucapkan 'sampai jumpa' dan mulai melangkah pergi, "... ah, itu benar." Dia berhenti sejenak, teringat ada sesuatu yang gadis itu minta. "Apakah kau tahu toko di sekitar sini yang menjual mentega dan tepung murah?"

***

Dia kembali ke gudang keempat milik Perusahaan Orlandri Trading Company.

"Willem!"

Gadis-gadis yang mengejar bola mengenalinya dan berlari mendekat.

"Kau pergi ke mana? Kami mencarimu ke mana-mana!"

"Mm, ini sudah lama. Jadi, maukah kau bermain dengan kami?"

"Akhir-akhir ini kau belum berbicara dengan kami. Dengan semua kelelahan dan barang bawaanmu, jadi tidak ada salahnya untuk nongkrong dengan kami setidaknya hari ini sambil istirahat."

Tangan kecil menarik-narik lengan bajunya dari segala arah, tapi ...
"Maaf, hari ini aku punya sesuatu yang perlu aku lakukan."

Ehhh? Suara protes mereka berbatasan dengan jeritan.

"Aku akan bermain dengan kalian nanti."

Dia langsung menuju dapur, tidak memperhatikan suara mopey yang ditargetkan dari belakang. Dalam pikirannya, dia membalik-balik buku resep 'Desserts Popular with Small Children' dan menemukan halaman kue mentega. Dia hanya samar-samar mengingat sebagian besar detail kecilnya karena resep tersebut tidak pernah menghasilkan kesuksesan di panti asuhan -- jika dibandingkan dengan resep 'putrinya'--, tetapi dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini akan berhasil. Masih banyak waktu untuk berlatih dan di atas semua itu, sesendok cinta atau sesuatu untuk efek itu pasti memiliki dampak besar pada selera. Mungkin.

Ayaahh ...

Tiba-tiba, dia merasa seperti mendengar suara memanggilnya dari suatu tempat.

"... Almaria?"

Dia berbalik, menatap langit, tapi tentu saja tidak ada yang bisa ditemukan. Hal yang dilihatnya hanyalah awan yang berbentuk seperti sutra tipis, menyebar tanpa henti melampaui gradasi merah dan merah tua di atas.

Pertama, pemilik suara itu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia pergi sejak lama, tidak dapat menyambut pulang orang yang telah dia tunggu selama ini, orang yang terus memanggang kue mentega agar janji mereka bisa terpenuhi.

"Maaf, Almaria."

Dia merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang mengerikan. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga kawan-kawan yang pernah bertempur di sampingnya. Kepada para bangsawan yang telah melihat mereka dengan harapan tinggi akan kemenangan mereka. Kenapa dia tidak bisa mati bersama mereka? Atau lebih tepatnya, mengapa dia tidak mengakhiri hidupnya begitu terbangun di dunia ini? Apakah menjalani hidup seperti yang aku lakukan sekarang tidak melanggar semua janji itu dari dulu?

Dia mengerti, tapi tetap saja ...

"Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf." Menghadapi langit, dia menundukkan kepalanya dengan permintaan maaf.

Dia tidak memiliki tempat di dunia ini. Tapi, jika seseorang membuat dia menjadi bagian dari tempatnya, maka, untuk bisa mengatakan 'selamat datang di rumah', dia harus tinggal di sini. Willem memutuskan dalam pikirannya saat ia mengeluarkan celemeknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar