AoD 41 Bertekad untuk Menjadi Penjahat A

Minggu, 13 Agustus 2023

 Kembali ke masa lalu baru-baru ini.


Jauh di bagian bawah peta Benua Tengah adalah Benua Selatan. Dua negara besar dan lima negara kecil mengklaim benua itu, dan negara tetangga adalah dua negara kepulauan.

Negara Kepulauan hanya memiliki populasi sekitar 50.000 orang. Hampir tidak cukup untuk satu kota berukuran layak. Semua sama, tampaknya di dunia ini, kelompok populasi mana pun yang berkumpul di sekitar Pohon Muda dapat dianggap sebagai 'negara' secara hukum, dan memang itulah yang mereka lakukan.

Aku sempat memikirkan ke mana harus menyerang dulu. Menurut buku panduan, Benua Tengah adalah tempat kelahiran asli umat manusia. Peradaban di sana cukup maju, ditambah negara-negara itu punya banyak orang juga. Hal ini mengartikan bahwa militer mereka mungkin adalah lawan yang paling sulit untuk kuhadapi.

Buku panduan itu juga memuat urutan penemuan Pohon-pohon Muda. Negara-negara sampai Pohon Muda ke-50 memiliki sejarah kuno klaim wilayahnya. Mereka benar-benar tampak seperti negara yang sesungguhnya.

Kekaisaran Touze, tempat Tiz berada, adalah nomor ke-12. Militer, populasi, sejarah, mereka memiliki semuanya. Hal ini membuat leherku sakit.

Jadi, aku memutuskan akan pergi ke Benua Selatan. Alasan nomor satu, itu bukan Benua Tengah. Dua, negara-negara di sana tidak sebesar negara di Benua Tengah.

Menuju ke sana akan sangat merepotkan. Menyeberang terus-menerus tanpa menggunakan pesawat akan menghabiskan banyak waktuku.

Jika aku adalah manusia normal, aku harus naik pesawat atau naik kapal dari Ayune ke Cinqres, kemudian transit melalui Neuft dan Quarondeux untuk memasuki Benua Selatan. Namun, aku tidak punya waktu untuk tur keliling dunia.

Memang benar dunia tidak akan mati hanya dalam satu atau dua dekade. Namun, jika aku terlalu lama untuk bergerak di antara Pohon Muda, akan butuh puluhan dekade untuk menghancurkan mereka semua. Aku khawatir bahwa Bumi akan mulai memanen dalam skala besar pada saat itu.

Untungnya, 'rekanku dalam kejahatan', Pohon Dunia, telah memecahkan setengah dari masalahku.

Pohon Dunia dan Pohon-pohon Mudanya terhubung bersama, mengangkut mana dan jiwa di antara mereka. Jadi, aku berpikir, mungkin aku bisa mencari tumpangan di antara jaringan, mengingat aku adalah makhluk hidup spiritual? Itu adalah ide yang sederhana, tetapi berhasil ... setidaknya sebagian.

Jika aku berubah menjadi kabut, aku dapat melakukan perjalanan melalui jaringan. Namun, begitu diriku mencapai penghalang dari negara manusia di sekitar Pohon Muda, aku akan tertahan, mungkin karena aku dalam bentuk iblis. Lagipula aku tidak bisa kembali ke dalam bentuk manusia selama perjalanan ...

"... di mana aku?"

Setelah menabrak penghalang, tempat pendaratanku adalah hutan di suatu tempat di antara pegunungan.

*boing*

Oh, Blobsy tampak semeriah sebelumnya. Kemampuan dari [Inventory Subruang], evolusi dari [Packer], tidak bisa menyimpan makhluk hidup. Atau lebih tepatnya, aku bisa memaksa mereka masuk jika diriku mau, tetapi aktivitas biologis mereka akan berhenti dalam penyimpanan dan mereka akan mati. Blobsy baik-baik saja karena menjadi Kin dariku.

Tetap saja, dia tampak bosan setelah menghabiskan waktu di dalam inventory. Dia memantul ke tempat biasanya di pundakku.

Pertama, aku harus tahu di mana diriku berada. Aku mengeluarkan dan mengenakan jubahku dari [Inventory], lalu berlari ke atas gunung. Dalam beberapa menit, aku melintasi jarak yang membutuhkan setengah hari bagi manusia untuk menempuhnya.

Di perjalanan, aku beberapa kali mendeteksi permusuhan dari apa yang kuanggap monster liar. Aku hanya fokus dan melemparkan [Ketakutan] pada mereka dan tidak ada yang berani mendekat. Semuanya takluk di hadapan kekuatan tempur yang tinggi.

Ketika diriku mencapai puncak gunung, aku mencari pohon yang tinggi. Aku naik ke puncaknya, berdiri dengan cara berjinjit.

Di sebelah kiriku ada laut. Jauh di sebelah kananku, aku bisa melihat sebuah kota.

Melihat seberapa dekat kota itu dengan laut, mungkin itu adalah salah satu negara kecil di benua ini? Aku lebih dekat ke target daripada yang kukira. Aku melompat dari pohon, berubah menjadi kabut dan terbang.

Aku hanya perlu memberikan kartu petualangku ke penjaga dan mereka membiarkanku masuk tanpa masalah. Kontrol perbatasan malas seperti biasa. Yah, kukira seorang pengelana yang memasuki negara dengan berjalan kaki bukanlah kejadian biasa di sekitar sini.

"Hei, Anda yang di sana!"

"..."

Untuk suatu alasan, salah satu penjaga gerbang memanggilku. Pria muda yang mendekati usia dua puluhan itu mengatakan sesuatu kepada penjaga lainnya dan berlari ke arahku.

"Dari mana Anda berasal?"

"Dari luar."

"Tidak, itu ... yah, ya, tapi bukan itu yang saya maksud."

Dia membungkuk dan berbicara dengan berbisik.

"Melihat dari sepatu Anda, Anda pasti seorang gadis bangsawan dari suatu tempat, 'kan? Apakah kereta Anda rusak dan Anda harus berjalan kemari?"

"... ah."

Aduh. Aku lupa tentang tumit stiletto merahku yang sebenarnya sama mematikannya dengan namanya. Sepatuku masih mengintip dari balik jubahku. Kau tidak akan pernah melihat petualang normal atau pengelana yang memakai ini.

Apakah penjaga berencana untuk mengancamku? Ketika dia melihatku sedikit mewaspadainya, dia buru-buru melangkah mundur.

"Tunggu, tidak, saya tidak akan melakukan apa pun pada Anda! Maksud saya, Anda akan pergi ke rumah bangsawan, 'kan? Atau mungkin pos jaga? Berbahaya jika Anda sendirian di jalan."

Hmm ... rupanya dia hanya mengkhawatirkanku. Pada awalnya aku memang tidak pernah berpikir bahwa semua manusia adalah sampah, tetapi mungkin aku memang memiliki sedikit pemikiran itu baru-baru ini.

"... Aku ingin pergi ke rumah gubernur."

"Gubernur?! Tidak, maksudku, tidak apa-apa, tapi cukup jauh, Anda tahu? "

"Betulkah?"

"Saya bisa membimbing Anda ke sana jika Anda tidak keberatan. Saya juga bisa menunjukkan pemandangan kota kepada Anda selama di jalan."

"..."

Dia mungkin ramah, tetapi sepertinya dia punya motif tersembunyi juga. Yah, bagaimanapun juga itu nyaman bagiku, jadi aku mengangguk. Dia melambai ke penjaga lainnya. Mereka menyeringai dan memberinya acungan jempol.

Dia bercerita tentang kereta ekspres kota yang kami temukan dan naiki. Namanya Laurent dan usianya sembilan belas tahun. Putra kelima dari rumah kesatria yang miskin. Keluarganya masihlah seorang bangsawan meski hanya sebatas nama.

"Yah, kita akan kembali menjadi rakyat jelata jika kita tidak menyumbangkan sesuatu yang layak."

"Begitukah ..."

Laurent duduk dekat denganku seraya memberitahuku banyak hal.

Kami berada di Principality of Rantetrois, sebuah negara kecil yang terletak di utara Benua Selatan. Meskipun disebut 'negara', itu hanya terdiri dari ibukota tempat kami berada dan perkebunan ceri besar untuk pembuatan anggur. Populasinya hanya sekitar 100.000 orang.

Aku tahu itu berbeda dari Benua Tengah. Tetap saja, aku tidak pernah menyadari selisihnya sampai aku melihat tidak ada satu pun bangunan yang tampak berkelas di seluruh kota seperti yang kulihat di ibukota Kerajaan Trestan.

"Tempat ini dulunya disebut 'pintu depan ke Benua Tengah' di masa lalu, tetapi begitu kapal udara ditemukan, satu-satunya orang yang datang ke sini adalah pedagang anggur."

"... tapi kalian punya Pohon Muda, jadi kalian hidup dengan baik-baik saja, 'kan?"

"Ya, terima kasih, kita bahkan tidak perlu khawatir tentang membuang-buang sihir. Aku pernah mendengar ada seorang kakek tua yang bekerja di ladang mengeluh bahwa sayurannya tumbuh sangat cepat berkat mana. Dia mengalami kesulitan untuk memakan semuanya sebelum membusuk."

"Hmm ..."

Jadi, mereka membuang-buang mana.

Sepertinya Pohon Muda benar-benar di rumah gubernur. Kalau begitu, mungkin tempatnya akan dijaga ketat. Sebagian besar negara mungkin sama, menempatkan Pohon Muda mereka di dalam istana.

Beberapa jam kemudian, kami sampai di distrik tempat gubernur tinggal. Kami turun dari kereta ekspres dan mulai berjalan ke sana. Langkah-langkahku membawaku melalui jalan-jalan ... dan menjauh dari Laurent setiap kali dia mulai mendekat dan berupaya untuk memegang tanganku.

Sekarang aku sadar akan kebenaran, kota di mataku tidak lagi terlihat sama.

Di sana-sini, AC menyala dengan pintu terbuka. Papan tanda yang menyala menerangi jalan bahkan selama tengah hari. Tumpukan bahan makanan terlalu banyak akibat tumbuh berlebihan karena mana.

Juga, tidak ada manusia yang bekerja di ladang. Hanya budak demihuman yang bekerja.

Mungkin mana di sini seperti minyak bumi. Bahkan bisa berfungsi sebagai listrik tanpa harus melalui pembangkit listrik.

Jika mana menghilang, apa yang akan terjadi pada negara ini?

Kekacauan yang terjadi setelahnya tidak sulit untuk dibayangkan. Sekali lagi, ketidakmungkinan upaya perdamaian tampak jelas di mataku.

Aku berhenti di sebuah toko pakaian di sepanjang jalan untuk membeli jubah dan sepatu bot baru untuk tujuan penyamaran, ditambah buku panduan terbaru. Kami berdiri di depan rumah gubernur beberapa saat kemudian.

Bangunan itu terlihat layaknya sebuah rumah besar, bukan sebuah kastil. Kelihatannya ada tiga lantai dan tampak cukup luas.

"Hei, hei, beri tahu saya nama Anda. Saya datang bersama Anda sejauh ini, mengapa tidak coba untuk minum dengan pemandu Anda?"

Laurent pasti tidak sabar dengan bagaimana aku mengabaikan pendekatannya. Dia terus berusaha menyentuhku dan menyeretku ke bar.

"Hei, Laurent."

"Mmm?"

"Jadi, ini hanya sebuah hipotesis ... bagaimana jika mana tidak lagi tak terbatas?"

"Whaa? Mengapa itu terjadi? Kita bisa mendapatkan MP sebanyak yang diinginkan, 'kan?"

"Dan bagaimana jika dunia ini memburuk di masa depan karena kita terus melakukannya?"

Aku menatap matanya. Dia hanya mendengus.

"Heh, Anda bercanda, 'kan? Tidak mungkin itu akan terjadi. Dan bahkan jika itu terjadi, itu akan terjadi jauh setelah saya meninggal karena usia tua."

"Aku mengerti ..."

Apakah ini pendapat umum umat manusia di sini? Sangat mirip dengan Bumi dahulu kala, ketika orang-orang di sana masih tidak menyadari kerusakan lingkungan.

[E/N : Sama kayak kita. Sampah numpuk dan pencemaran air serta udara gara2 limbah? Santai aja, toh pas dunia rusak, kita udah mati. Pemikiran orang zaman sekarang]

Pada akhirnya, semua negara masih terus menjadi lintah mana. Begitu mereka tahu kenyamanan yang dibawanya, tidak ada yang berani untuk berhenti.

Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi orang pertama yang berbicara dan dicap sebagai penjahat.

Untuk mengubah banyak hal, seorang penjahat diperlukan. Kejahatan luar biasa yang menjadi sasaran ketidaksenangan dan kebencian umat manusia.

"Kalau begitu, terima kasih, Laurent. Aku dapat menemukan jalanku dari sini."

"Hahh? Apa yang Anda katakan?"

Pada awalnya, aku berpikir untuk menyelinap masuk dan menghancurkan Pohon Muda secara rahasia. Akan tetapi, kebencian umat manusia akibat hancurnya Pohon Muda hanya akan dibuang pada yang lemah.

Seperti yang selalu mereka lakukan pada para demihuman. Seperti yang dilakukan orang dewasa padaku ketika diriku masih kecil ...

Beberapa puluh meter jauhnya, penjaga rumah gubernur menatap kami dengan tatapan ragu. Mungkin karena Laurent berjalan-jalan dengan seragam penjaga gerbangnya dan aku menyembunyikan wajah di balik tudung.

Entah ini adalah sesuatu yang baik atau buruk, aku cukup memiliki reputasi sekarang. Aku bermaksud untuk menggunakannya.

Perlahan aku berjalan menuju gerbang. Laurent meletakkan tangan di pundakku.

"Ayo, cukup m-eeek!" Dia berteriak ketika merasakan udara sedingin es.

Aku mengulurkan tangan dan menghujamkan kabut es ke arah gerbang.

"Aaaeeyyaaa! A-Apa yang terjadi?!"

Gerbang itu membeku dalam sekejap mata. Tepi kabut dingin mengenai Laurent. Dia berteriak, jatuh di tanah.

Pusaran angin berputar akibat perbedaan suhu hingga meniup tudungku. Saat para penjaga memperhatikan telingaku yang seputih salju, mata mereka membelalak.

Aku melepas jubahku, memamerkan telinga, ekor, dan pakaian gadis kelinci. Aku mengubah mulutku menjadi seringai tajam.

"Cepatlah, Kawan. Menyingkir dari jalanku jika kalian tidak ingin mati."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar