Chapter II : Dunia Senja Ini

Minggu, 23 Juli 2017

Part II : Seorang Markless

 

Aku ini apa?
Willem sering bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan ini, jawabannya sederhana, seorang manusia yang hidup di tempat dimana manusia tidak seharusnya berada. Keberadaannya menantang logika. Dengan tidak bisa kembali ke rumah, dia berkelana, selamanya menjadi anak yang hilang.

***

Saat matahari mulai terbenam, jalan-jalan utama kota menjadi semarak dan penuh warna, diterangi oleh lampu kristal yang menggantung di dinding. Asap ungu muda melayang, diaduk-aduk oleh berbagai orang yang datang dan pergi. Borgle mengangkat suaranya untuk menarik pelanggan. Seorang wanita Ayrantrobos kucing, mengelola tokonya, mengeluarkan embusan rokoknya. Sekelompok Orc muda berjalan-jalan di jalanan sambil tertawa terbahak-bahak.

Sisi samping tempat Willem duduk terdengar tenang. Meski hanya satu bangunan berdiri di antara dua jalan, hampir tidak ada jejak hiruk-pikuk di luar sana yang bisa dideteksi.

Dia mengeluarkan 32,000 uang Bradal, menyerahkannya untuk membayar hutangnya yang tersisa sekitar 180,000 lagi. "Beri aku sekitar setengah tahun, Grick," Willem menghadapi teman lamanya dan memasang senyum terbaiknya yang ia bisa. "Aku akan punya cukup uang saat itu."

Mereka sedang duduk di restoran murah. Willem mengenakan mantel tua yang telah usang dan tudungnya sedikit dinaikan, menunjukkan wajahnya yang tidak memiliki tanda.

"...."

Pria bernama Grick --Borgle berukuran rata-rata-- menghitung uang yang Willem sampaikan dengan ekspresi tidak puas. Di dalam amplop ada tumpukan besar tagihan Bradal kecil, yang membuat proses penghitungannya tidak perlu lama.

Suasana kala itu sangat sunyi.

"Ahh ... oh! Itu benar ... bagaimana kabar Anaala?"

"Anaala? Tidak terlalu baik. Dia dimangsa oleh 'Third' bulan lalu," jawab Grick singkat, tidak pernah mengalihkan pandangan dari uangnya. "Omong-omong, Gulgura juga mati. Kau tahu bagaimana Pulau Terapung ke-47 tenggelam musim panas lalu? Ya, dia terperangkap di pulau itu ... sekarang dia hanya sedikit noda di dataran jauh di bawah."

"Ah ... maaf ... seharusnya aku tidak bertanya." Bahu Willem merosot mendengar kabar sedih itu.
Grick sepertinya tidak terlalu peduli, hanya tertawa. "Jangan khawatir tentang itu. Kami penyelamat harta. Dari saat pertama kami menginjakkan kaki di tanah itu, kami sudah siap untuk mati ... atau membiarkan orang lain mati jika dibutuhkan. Lagi pula, keduanya hidup cukup lama. Kebanyakan penyelamat harta mati pada hari pertama mereka pergi ke sana."

Dia akhirnya selesai menghitung. "Ya, jumlahnya pas 32.000." Grick menyelaraskan semua tagihan kertas sebelum memasukkannya kembali ke dalam amplop dengan rapi. "Tapi, Willem ... apa kau baik-baik saja dengan ini?"

"Dengan apa?"

"Butuh waktu setengah tahun untukmu mendapatkan 30.000 ini ... hutangnu masih 150.000 lagi, jadi biarpun semuanya berjalan lancar, butuh waktu dua setengah tahun lagi bagimu untuk melunasinya."

"Oh tentang hal itu. Maaf, tapi sekarang aku benar-benar tidak bisa membayarnya lebih cepat."

"Yah, aku tidak sedang butuh atau apa, tapi ..." Grick berhenti sejenak untuk memasukkan amplop itu ke dalam tas kulit yang compang-camping. "Seperti yang kau tahu, pulau ini dipenuhi oleh mahluk setengah binatang yang membenci Markless. Kau tidak akan bisa menemukan pekerjaan yang layak. Saat ini kau hampir tidak memiliki kesempatan untuk bekerja di tempat yang layak walaupun dengan gaji rendah, bukan?"

"Ah ... kau benar ..." Willem menghindari kontak mata.

Grick menyipitkan matanya. "Jadi, uang ini hampir seluruh penghasilanmu dari enam bulan terakhir?"

"Minus pengeluaran untuk makan ... akhir-akhir ini pekerjaanku belum termasuk makanan."

"Itu bukan masalah sebenarnya di sini," kata Grick sambil menghela napas. Dia mulai mengetuk-ngetukkan jemari Borgle berototnya di atas meja, jelas terlihat kesal. "Apa kau melakukan hal lain dengan hidupmu selain melunasi hutang-hutangmu? Itulah yang ingin aku katakan ... sudah setengah tahun sejak kau terbangun. Tidakkah kau menemukan apapun yang ingin kau lakukan? Apa saja yang ingin kau nikmati?"
"Baiklah ... kau tahu, mereka bilang hanya menjalani hidup itu menyenangkan dengan sendirinya ..."

"Jangan membuat alasan untuk membenarkan bahwa menjalani kehidupan yang membosankan seperti itu adalah tujuan hidupmu."

Grick memotong Willem dengan tajam. "Aku hidup untuk apa yang aku nikmati. Lautan harta karun terletak di sana --di tanah atau dataran--. Bahan dan teknologi yang tidak kita miliki di sini hanya berputar-putar untuk diambil siapa saja. Mencari benda-benda itu dan membawanya kembali untuk dijual adalah apa yang aku nikmati. Datang tidak membawa apapun dan kembali dengan hasil ... seperti memetik rempah-rempah yang ada dengan caranya sendiri. Sengaja memasuki sarang 'sixth' ... saat seperti itulah aku merasa paling hidup."

Sejenak, Grick menatap tajam ke matanya, mengenang petualangan masa lalunya. "Itulah yang kami --salvagers-- lakukan. Jadi bagaimana denganmu, Willem? Jika kau tipe orang serius yang suka bekerja keras, maka tidak apa-apa bagiku ... tapi pernahkah kau memikirkan apa yang akan kau lakukan setelah melunasi hutang ini?"

"Bukankah kopi ini agak asin?" Usaha yang hampir terlalu jelas untuk menghindari pertanyaan itu. Grick memberinya tatapan yang lucu. Karena masih belum bisa menemukan jawaban, Willem tertawa terbahak-bahak sebelum suasana kembali hening.

Secara umum, Borgles adalah ras yang relatif sederhana. Mereka hanya mengikuti naluri mereka. Tentu ada beberapa variasi di antara individu, tapi Grick adalah pemikir yang jelas dan logis sehingga hampir membuat Willem meragukan identitasnya. Dia juga pria yang baik, aspek kepribadian Grick yang sering membuat Willem terganggu.

"Katakan, Willem ... aku mungkin punya pekerjaan untukmu. Kenapa kau tidak mencobanya saja?" Grick memecah kesunyian itu dengan sebuah pertanyaan. "Aku tahu seseorang yang mencari orang-orang sepertimu ... ini pekerjaan yang layak, tapi ini melibatkan bekerja tanpa batas untuk jangka waktu yang lama dengan para markless, jadi dia tidak dapat menemukan banyak calon yang mau mengambil tugas ini. Aku menduga kau sama sekali tidak memiliki masalah dengan Markless."

"Kenapa kau tidak ambil saja pekerjaan ini untuk dirimu sendiri? Maksudku, kau bisa tahan denganku --yang seorang markless--."

"Aku seorang penyelamat harta. Jiwaku tinggal di sana, di tanah. Pekerjaan apa pun yang menjebakku di sini akan membuatku gila," kata Grick sambil tertawa kecil. "Apa yang akan kau lakukan dalam pekerjaan itu ... hanyalah cantumkan namamu dan kau akan mengelola senjata rahasia Winged Guard." Kata-kata itu tidak memiliki konotasi yang sangat damai.

Kata 'Winged Guard', di Regul Aire, biasanya mengacu pada organisasi resmi atau tentara yang dibuat untuk melawan invasi dari '17 jenis binatang buas'. Bahkan dengan dataran tinggi yang cukup sulit dijangkau, Winged Guard bisa saja masih memiliki kesulitan besar ketika melawan binatang-binatang itu. Toh, mereka adalah musuh yang menghancurkan semua bentuk kehidupan di darat. Untuk mendapatkan senjata tambahan, tentara telah menggunakan semua metode yang ada - atau setidaknya itulah cerita yang beredar.
"Aku tidak bisa bertempur lagi. Kau tahu itu. 'kan?"

"Aku tahu. Hanya karena aku bilang 'Winged Guard' tidak berarti kau akan pergi berperang untuk mengalahkan segalanya. Masih ada lagi pekerjaan di balik layar, kau tahu?"

"... seperti apa?" Penjelasan Grick tidak memberi Willem gambaran yang bagus tentang pekerjaan ini. "Apa jenis pekerjaan yang bisa dilakukan pekerja paruh waktu sepertiku?"

"Aku tidak berpikir itu akan berjalan dengan baik. Tapi jika masalahnya adalah dokumen yang kau khawatirkan, aku bisa mengurusnya." Grick tertawa terbahak-bahak. "Ngomong-ngomong, dengarkan. Aku mendengar bahwa senjata rahasia tersebut dirawat dan dikelola secara efektif oleh Orlandri General Trading Company. Seperti yang kau tahu, undang-undang melarang warga sipil memiliki senjata di atas tingkat kekuatan tertentu.

"Namun, untuk tentara, Orlandri adalah sponsor utama, jadi para tentara tidak ingin merusak hubungan dengan mereka. Selain itu, bahkan jika Winged Guard mengumpulkan senjata tersebut, mereka tidak akan dapat mengelola atau merawat senjata-senjata itu dengan sumber daya teknologi dan keuangan mereka saat ini. "

"Jadi di atas kertas, tentara yang memiliki senjata ... tapi sebenarnya perusahaan perdagangan yang memegang kendali?"

"Persis. Tentara mengirim pengawas, tapi tidak melakukan hal lain. Kepada setiap prajurit sejati, pengawas itu adalah pekerjaan yang tidak berguna. Kau hampir tidak memiliki wewenang, dan hasil pekerjaanmu tidak dapat dipublikasikan karena kau mengelola senjata rahasia. Sebuah kemunduran untuk karir tentara manapun. Itu sebabnya mereka mulai mencari orang di luar tentara."

Grick menatap Willem dengan mata Borber yang kuning. "Seperti yang aku katakan, kau bisa mendapatkan gelar resmi sebagai seorang tentara. Karena seorang perwira tidak benar-benar melakukan apapun, kau tidak memerlukan keahlian khusus. Hanya perlu memiliki kesabaran ekstra dan tutup mulut. Gajinya lumayan bagus. Kau bisa melunasi seluruh hutangmu dan masih memiliki beberapa sisa." Gunakan uang itu dan temukan cara hidupmu sendiri. Aku tahu kau memiliki keadaan khusus, tapi jangan sia-siakan hidup yang telah diberikan padamu. Itulah yang lain dan aku ... " Grick menggelengkan kepalanya.

"Ah, maaf ... sepertinya aku agak melunak karena teringat begitu banyak teman-temanku yang mati." Wajah pria Borgle itu terpelintir dengan senyum pahit.

Hasilnya, Willem semakin sulit untuk menolak tawaran itu. "Baiklah, ceritakan lebih banyak rincian tentang pekerjaan ini."

"Kau akan menerimanya?"

"Aku akan memutuskannya setelah mendengar sedikit lagi. Jadi, jangan katakan apapun yang membuatku berubah pikiran."

"Mengerti. Pertama-tama .... " Kebahagiaan jelas muncul di raut wajahnya ketika ia berhenti sejenak untuk meneguk secangkir kopi, Grick menunduk menatap secangkir kopi itu. "Ternyata benar kopi ini agak asin." Dia tertawa terbahak-bahak.

Grick adalah seorang pemikir logis dan Borgle yang sangat simpatik. Dengan kata lain, pria yang baik. Willem hanya sedikit bermasalah dengan bagian dari dirinya itu.

***

Lebih dari seratus pulau terapung yang membentuk Regul Aire memiliki sistem penomoran. Di tengah kelompok ada Pulau Melayang 1, dan dari sana jumlahnya tersebar dalam pola spiral. Saat kau keluar dari pusat, jumlahnya menjadi lebih besar dan lebih besar.

Namun, ada beberapa hal khusus yang perlu dipertimbangkan. Pulau-pulau pusat --sampai sekitar nomor empat puluh-- cukup dekat dengan pulau-pulau yang lain. Dalam beberapa kasus ekstrim, dua pulau bahkan bisa dihubungkan dengan jembatan. Kedekatan antara pulau-pulau ini memudahkan pertukaran budaya dan ekonomi, yang pada gilirannya mengarah ke kota-kota yang makmur.

Di sisi lain, pulau-pulau di dekat tepi, setelah nomor tujuh puluh atau lebih, memiliki jarak yang jauh di antara mereka dan biasanya berukuran kecil. Akibatnya, perkotaan kurang banyak, kurang berpenduduk, dan tentu saja kurang makmur. Beberapa mungkin sangat terisolasi sehingga kapal terbang publik bahkan tidak sampai pada rute mereka.

Fasilitas di mana Willem harus pergi untuk pekerjaan barunya terletak di Pulau ke-68. Cukup jauh untuk tidak terjangkau langsung oleh kapal terbang publik, pulau ini memerlukan beberapa cara yang lebih kreatif untuk dicapai. Sementara membeli atau menyewa kapal pribadi tidak layak secara finansial, Willem memilih untuk mengambil rute kapal terbang publik ke Pulau ke-53 --pemberhentian terdekat ke tempat tujuannya--. Dari sana, dia menyewa seorang penyeberang untuk membawanya menyeberang.

Perhitungannya sempurna - kecuali satu hal, yang Willem perhatikan saat dia tiba di Pulau ke-68--. Matahari telah benar-benar turun dan terbenam. Angin bertiup cukup kencang.

"Lelucon macam apa ini?" Berdiri sendirian di pelabuhan sepi, Willem tertawa sendiri. Ujung mantelnya --yang dikenakan di atas seragam tentara barunya-- berkibar kencang karena angin.

Sang penyeberang bergegas pulang ke Pulau 53 segera setelah menurunkan Willem, jadi tidak ada jalan kembali. Dia melihat sebuah tanda yang sudah kusam. Menurut tanda itu, kota terdekat berjarak 2000 malumel ke kanan, sedangkan gudang 4 milik Perusahaan Orlandri Trading Company berjarak y500 malumel ke kiri. Di samping tanda itu, dua panah kayu merah menunjuk ke arah yang berlawanan --menandakan bahwa orang yang tidak berkepentingan dilarang lewat--.

"Pasti yang itu," gumam Willem pada dirinya sendiri, mengenali nama Orlandri. Panah menunjuk ke arah jalan sempit yang mengarah tepat ke tengah hutan lebat. Tentu saja, tidak ada satu pun lampu jalan atau hal lain yang terlihat. Sementara berjalan melewati tempat itu tanpa cahaya akan terasa sangat menyeramkan, Willem tidak bisa hanya duduk di sini dan menunggu pagi. Dia berpikir untuk menuju ke arah lain dan menemukan sebuah penginapan, tapi jalan itu masih cukup jauh dan pastinya tidak jauh lebih terang. Sambil menatap langit berbintang untuk terakhir kalinya, Willem mendesah dan melangkah ke kegelapan.

Bintang-bintang itu kadang mengintip dari celah di antara pepohonan, memberi Willem cahaya yang cukup untuk tetap berada di jalan setapak. Menjelajahi jalan seperti itu, bagaimanapun, menyebabkan langkahnya lambat.

Gelap. Tak perlu dikatakan lagi, Willem tahu bahkan sebelum dia melangkah ke hutan. Aku bahkan tidak bisa melihat ke mana aku melangkah. Ini juga, dia tahu sebelumnya, tapi tetap saja dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluh pada dirinya sendiri.

Karena hening dan hanya seorang diri, Willem tiba-tiba teringat akan sebuah dongeng yang ia baca saat masih kecil. Seorang anak laki-laki memasuki hutan pada suatu malam musim panas dan tidak pernah pulang lagi. Di hutan, sekelompok peri menculiknya dan membawanya ke negeri mereka di dunia lain - atau semacamnya. Pada saat itu, Willem berpikir hal yang sama bisa saja terjadi padanya, jadi dia bersumpah untuk tidak pernah mendekati hutan di malam hari. Penjaga panti asuhan dan 'putrinya' menggodanya tanpa henti tentang hal itu. Sekarang setelah dia tidak lagi menjadi anak laki-laki, cerita itu jadi terdengar lucu, tapi ...

"Tidak ada binatang berbahaya di sini, 'kan?"

Antara diculik oleh peri dan disantap hewan liar, yang terakhir tampaknya terdengar lebih logis dalam situasi saat ini. Hutan dan Pulau ke-68 ini sendiri cukup luas jika dibandingkan dengan standar Regul Aire. Tempat itu bisa dianggap sebagai tiruan yang dekat dengan keadaan yang pernah ditemukan di darat, jadi dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan serigala atau beruang muncul dari kegelapan.

Bisakah aku bertahan dari serangan beruang? Tanya Willem pada dirinya sendiri. Untuk masa lalunya sendiri, beberapa binatang liar tidak akan menjadi masalah baginya. Tetapi keadaannya saat ini, setelah kehilangan semua kekuatannya, dia tidak bisa begitu yakin.

Dia merasakan sesuatu yang basah di bawah kakinya. Sepertinya dia menyimpang sedikit dari jalan ketika tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dari bau air yang samar, seiring dengan suara dan tekstur tanah, Willem menduga bahwa kakinya telah menyimpang ke lahan basah.

Pencampuran air, lumpur, dan angin menghasilkan aroma unik yang entah mengapa, hal itu membuatnya nostalgia. Apakah tempat ini benar-benar ada di langit? Berpikir tentang rumah, mengarungi rawa hitam yang gelap, Willem tersenyum pahit.

Dari sudut matanya, dia melihat secercah cahaya. Bola bercahaya berayun keras dari sisi ke sisi sambil berangsur seakan tumbuh lebih besar. Ada sesuatu yang datang.

"Seseorang datang untuk menjemputku?"

Ketika kapal induk dan kapal tambang mendarat di pelabuhan pulau ini, fasilitas itu mungkin akan diberitahu entah bagaimana. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika seorang teknisi atau peneliti atau seseorang melihat isyarat dan datang menemuinya.

Ah, kau tidak harus berjalan jauh ke sini hanya untuk menjemputku. Willem memainkan percakapan di kepalanya saat ia menuju ke arah cahaya.

"Rasakan ini!"

Cahaya itu melonjak ke udara. Teriakan pertempuran --sedikit terlalu imut untuk memenuhi syarat sebagai teriakan-- berdering melalui udara lembab. Willem melihat pedang kayu mencuat dari kegelapan, turun dari atas pada tingkat yang sangat cepat.

Mengapa?! Dia mencoba dengan sia-sia memikirkan alasan mengapa dia diserang secara tiba-tiba. Bagaimanapun, ini buruk. Jika hanya untuk menghindari serangan ini, akan mudah bagi Willem untuk melakukanya. Masalahnya adalah bahwa penyerang --yang saat ini melompat melalui udara-- akan menghasilkan gerak parabola yang sempurna seperti yang ditentukan oleh hukum fisika dan terbang langsung ke tanah yang berada di belakang Willem.

Apa yang harus aku lakukan. Sebelum dia sempat memutuskan dengan tindakan yang wajar, tubuhnya mulai bergerak sendiri. Willem melangkah maju, menempatkan dirinya di bawah lintasan yang dilalui pedang kayu di udara. Dia menarik lengannya dan menangkap tubuh si penyerang. Aduh. Lebih berat dari yang aku kira ... aku tidak berpikir kakiku bisa bertahan lebih lama dari ini.

Instingnya sebagai seorang tentara dan melakukan pekerjaan mereka, membuatnya reflek mengalihkan tubuhnya ke mode pertempuran dan mencoba mengaktifkan Venom di dalam tubuhnya. Proses ini biasanya akan memperkuat otot-ototnya dan mempercepat pengambilan keputusannya, tetapi Willem malah merasakan sakit yang tajam di sekujur tubuhnya. Kekuatan di lengannya memudar dan dia jatuh ke belakang, mendarat di lahan basah dengan percikan keras.

Pada saat airnya tenang, sebagian besar panas di tubuh Willem yang basah kuyup telah dicuri oleh dinginnya air. Sebuah api kecil --kemungkinan besar diciptakan oleh Venom-- dinyalakan di tangan kanan penyerang. Cahayanya seakan menciptakan dunia kecilnya sendiri, terputus dari kegelapan di sekitarnya.

Penyerang itu duduk di atas perut Willem dan menunduk menatapnya dengan wajah sombong. Willem melihat sekilas rambut dan mata ungu muda.

"Pannibal! Apa yang sedang kau lakukan?!"

Cahaya ajaib kedua menari di antara pepohonan dan mendekat. Tak lama kemudian, gadis muda lainnya muncul dari kegelapan. Willem mengenali sosok gadis berambut biru langit yang pernah bertemu dengannya beberapa hari lalu.

Gadis ungu yang duduk di atasnya mengangkat kepalanya dan berkata dengan sombong pada pendatang baru itu. "Seseorang mencurigakan telah dikalahkan."

"Kau seharusnya tidak berlari-lari di sekitar sini, tanahnya basah dan akan sangat mengganggu - eh?!" Gadis yang familiar menatap Willem dengan wajah terkejut. "Seseorang mencurigakan ... kau?! Mengapa?!"
"Hei ... lama tidak bertemu ..." Dia mengangkat tangannya sedikit dan tersenyum pada gadis itu.

***

Tentu saja, Willem tidak bisa tinggal dengan basah kuyup seperti itu selamanya. Setelah lama mandi dan berganti baju, ia berdiri di depan cermin. Seorang pria berambut hitam menatapnya kembali dengan mata hitam yang sepertinya tidak memiliki tujuan hidup. Senyuman samar yang ia perlihatkan tampak begitu alami, seolah otot wajahnya ditekuk secara permanen ke bentuk itu.

Untuk menyembunyikan dirinya sebagai markless, Willem pernah mencoba memasang tanduk palsu dan taring. Namun, hal itu malah terlihat sangat mengerikan sehingga hampir membuatnya tertekan. Dia menyimpulkan bahwa ciri-ciri wajah itu dimaksudkan untuk mengungkapkan sisi liarnya, jadi hal itu tidak berjalan dengan baik pada orang-orang yang tidak memiliki kualitas liar dalam dirinya.

Sambil memeriksa sekeliling tubuhnya untuk melihat apakah dia melewatkan lumpur atau --jika ada-- rasa sakit yang masih ada, Willem merenungkan betapa menyedihkannya dia. Hanya mencoba menyalakan sedikit Venom menyebabkan kekacauan ini. Dulu, dia bisa membuat api yang siap tempur begitu bangun dari tidur.
Yah, kukira tidak ada gunanya memikirkan barang yang sudah hilang. Willem melangkah ke lorong fasilitas tentara --yang sama sekali tidak terlihat seperti itu--. Lantainya terdiri dari papan kayu tua yang sudah usang dan plester menutupi dinding. Beberapa kamar berjajar di lorong pada jarak yang rata. Di dinding sebelah Willem ada tiga lembar kertas. Satu menampilkan urutan untuk tugas-tugas, satu peringatan toilet rusak di lantai dua, dan yang terakhir mengatakan 'Jangan lari di lorong!'.

Lalu, dia melihat anak-anak mengintip dari balik berbagai benda, semua mencoba menyelinap melihat pria baru yang menurut mereka aneh.

"Lewat sini."

Gadis berambut biru itu membawanya berkeliling. membuatnya mendapatkan kesempatan lain untuk melihatnya dari dekat sekali lagi. Willem menyesuaikan perkiraan umurnya sekitar lima belas tahun berdasarkan standar manusia. Sebagai markless, dia memiliki tubuh dan penampilan yang mirip dengan manusia. Hal yang membedakannya adalah rambut biru cemerlangnya, mengingatkan pada langit musim semi yang jernih. Emnetwyte tidak akan pernah bisa mencapai warna yang terlihat sealami itu, tidak peduli pewarna apa yang mereka gunakan.

Dibanding saat bertemu di Briki Shopping District, si gadis tampak lebih tenang dan bersikap lebih dingin. Tapi meski begitu, Willem tahu itu bukan kepribadian aslinya. Setiap kali dia mengalami kebingungan atau ketidakpastian, hal itu terlihat jelas di mata biru lautnya.

Mereka bilang tidak masalah bagaimana kau bertindak dalam perjalanan karena kau tidak akan pernah melihat orang-orang itu lagi. Gadis yang Willem lihat beberapa hari yang lalu pasti merupakan hasil dari pola pikir seperti itu. Dia mengingatkan Willem pada seorang teman lama yang dulu bekerja bersamanya, seseorang yang telah lama bersikap jujur ​​terhadap dirinya sendiri. Saat ia melihat kenangan dari teman lamanya, senyum tersungging di wajahnya.

"Ke-kenapa kau tersenyum? Apakah ada yang lucu?"

"Ah, tidak ada. Ayo kita lanjutkan."

Terkadang gadis itu dengan gugup berpaling ke arah Willem --sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu-- tapi kemudian segera berbalik dan menjauhkan jarak di antara mereka. Karena tidak mampu bersikap lebih akrab dari ini, Willem membuntuti beberapa langkah di belakangnya dalam diam. Gadis dengan rambut ungu --Pannibal-- yang tampak berusia sekitar sepuluh tahun, dengan penuh rasa ingin tahu melihat pasangan yang canggung ini.

Setelah berjalan kaki sebentar, mereka tiba di sebuah ruangan nyaman yang memiliki sebuah meja kecil dan kursi, rak buku, tempat tidur, dan berbagai aksesoris lainnya.

"Tempat ini seharusnya menjadi gudang senjata, bukan?" Pertanyaan yang diajukan Willem sejak dia memasuki tempat ini tiba-tiba menyelinap keluar.

"Reaksi yang wajar bagi orang yang baru sekali datang kemari."

Seorang wanita duduk di ruangan itu. Seorang markless yang lain. Dilihat dari penampilannya, umurnya sekitar delapan belas tahun, seumuran Willem, atau sedikit lebih tua. Rambut merah menyala turun di sekitar ketinggian bahu. Mata hijau rumputnya menatap Willem dengan tajam, dia mengenakan blus berwarna serupa dengan celemek putih di atasnya. Perilaku lembut dan santunnya yang ditunjukan olehnya memberi kesan yang agak elegan.

"Selamat datang di gudang senjata rahasia," wanita itu berkata sambil tersenyum. "Lama tidak bertemu, Willem. Apa kau agak lebih tinggi sekarang?"

"... kenapa kau di sini, Nygglatho?" Willem mengerang.

Terdengar bunyi gemuruh samar dari luar ruangan, tapi Willem pura-pura tidak mendengarnya.
"Kenapa kau bilang? Memang di sinilah aku bekerja. Aku terkejut saat mendengar kabar dari Grick. Aku tidak menyangka kau akan dikirim ke sini. Oh, selamat atas promosimu, Willem Kmetsch, Petugas Teknisi Tingkat Dua. Mendapatkan posisi seperti itu pada hari yang sama saat kau bergabung dengan militer ... bukankah kau naik pangkat dengan sangat cepat?"

"Jangan bercanda denganku ... Aku tahu pangkat itu hanya omong kosong. Selain itu ... 'seseorang yang mencari pekerja yang cocok' Yang Grick maksud ..."

"Ah, itu mungkin aku."

"Bajingan itu." Willem akan mengingat ini dan memukul Grick saat mereka bertemu lagi. Dia mungkin sudah siap untuk itu, ia sengaja mengatur perangkap ini untuk Willem.

"Omong-omong, hutan saat ini sangat menakutkan bukan? Jika kau menghubungi kami, kami bisa menjemputmu dari pulau terdekat atau semacamnya."

Nygglatho memberi isyarat pada Willem agar duduk. Segelas teh diletakan di atas meja, mungkin sudah disiapkan selama ia mandi.

"Aku tidak terbiasa bepergian menggunakan kapal terlalu lama .. pulau ke-28 sangat jauh dari sini. Lain kali aku akan memberitahumu."

"Bagus .... omong-omong, pakaian itu sangat cocok untukmu."

"Kecuali orang yang saat ini memakainya, aku merasa sesak dan sulit bernapas."

"Tolong jangan menngatakan hal yang seperti itu, Willem ... dibandingkan saat kau baru saja bangkit, kau terlihat sekitar dua puluh persen lebih lezat."

" ... Itu berarti resiko kematianku juga meningkat sekitar dua puluh persen."

"Ah, jangan begitu kejam ... kau bisa percaya padaku. Aku sudah bilang padamu sebelumnya, bukan? Meskipun aku adalah seorang Troll dan kau adalah hidangan yang sangat langka, aku sama sekali tidak berniat untuk memakanmu." Nygglatho menepuk telapak tangannya bersaaman, memiringkan kepalanya sedikit ke samping dan melanjutkan. "Maksudku, akan sangat memalukan kalau aku menyia-nyiakan manusia terakhir di dunia ini hanya untuk memuaskan rasa lapar sesaat."

Willem mengakui bahwa gerakan tubuhnya itu agak lucu, tapi kata-katanya itu membuat tulang punggungnya menggigil.

"Tentu saja jika kau mengatakan 'tidak apa untuk memakanku', aku akan memikirkannya lagi ..."

"Tidak. Jelas aku menolaknya!"

"Hmm? Apa kau yakin tidak ingin berubah pikiran? Bagaimana jika hanya satu tangan? Atau satu jari?"

Willem mendesah. Semakin lama perbincangan ini berlanjut, itu akan semakin berbahaya baginya.

Troll, contoh klasik dari monster, sering muncul dalam kisah hantu yang diceritakan oleh para pengembara pada zaman dahulu. Seorang pria tampan atau wanita cantik akan tinggal sendirian dalam rumah yang jauh dari kota manapun. Ketika pengembara datang, ia akan diundang masuk, menyambutnya dengan pesta, mengurusnya, kemudian, di tengah malam ia akan dimakan.

Hingga baru-baru ini, Willem berpikir bahwa cerita ini hanyalah mitos. Sebuah cerita yang dibuat untuk mengajarkan para pengembara baru agar tidak kehilangan penjagaan mereka saat berada di tanah asing. Saat ia tahu bahwa Troll benar-benar ada dan merupakan salah satu jenis Ogre, ia berdiri terkejut dengan mulut yang terbuka lebar. Terlebih lagi, orang yang memberitahunya itu kebetulan adalah Nygglatho. Dia menertawakannya, mengatakan sesuatu seperti "Aku tidak tahu bagaimana rasanya dinggap sebagai mahluk mitos."

Willem mendengar suara gaduh dari luar ruangan sekali lagi. Ia merasakan bahwa ia sedang diintip, tetapi Willem memutuskan untuk mengabaikan mereka sekali lagi.

"Mari bahas mengenai pekerjaan.. Aku diberitahu bahwa aku tidak harus melakukan pekerjaan berat apapun, tapi aku tidak mendengar rinciannya. Apa yang harus aku lakukan mulai besok? Atau lebih tepatnya, apa yang harus aku lakukan selama di sini?"

"Hmmm ... mari kita lihat. Apa kau berniat untuk tinggal di sini?"

"Tentu saja. Aku dikirim kemari untuk mengelola 'senjata', jadi paling tidak aku harus tinggal di tempat yang sama."

"Dua orang yang sebelumnya dikirim kemari pergi pada hari pertama dan tidak pernah kembali, kau tahu?"
"Benarkah?!" Pekerjaan ini terdengar lebih dari sekedar candaan dari yang Willem pikir.

"Jadi, jika kau bilang seperti 'aku akan tinggal di sini!' atau pergi ke tempat manapun di pulau ini, sejujurnya itu bukan masalah ..."

"Apanya yang bukan masalah! Setelah aku membalikan badan, aku yakin kau akan langsung menusukku atau sesuatu, 'kan?"

"Memangnya menurutmu aku ini jenis orang seperti apa ...."

Ogre pemakan manusia, tentu saja.

Willem mendesah panjang. "Yah, meninggalkan pekerjaan berlawanan dengan prinsipku, meskipun itu tidak ada artinya. Aku datang kemari berniat untuk tinggal."

"Benarkah? Itu bagus!" Seru Nygglatho meletakan tangannya di samping mulutnya. "Baiklah kalau begitu, aku harus secepatnya menyiapkan kamarmu. Oh, kau pastinya lapar juga. Mungkin ada sesuatu yang tersisa di ruang makan ... besok aku akan membuatkan pesta untukmu, jadi nantikan itu!"

Mendesah lagi. Willem selalu menganggap Nygglatho adalah orang yang agak sulit diatasi. Mengabaikan fakta bahwa dia ingin memakannya --yang sebenarnya cukup sulit untuk diabaikan--, sesuatu tentang sikapnya .. sebagai seorang teman, ia merasa tidak enak.

"Hehe.. merawat Willem .. sudah sekitar setahun, bukan? Aku agak bersemangaat."

Willem adalah seorang pria, pria muda. Sebagai seorang pria, ia mempunyai banyak emosi rumit dan tak terkendali yang tersimpan di dalam hatinya. Dengan kata lain, dalam situasi seperti ini, dirawat oleh seorang teman wanita --yang juga berpenampilan menarik--, membuat hatinya sedikit bergetar.

Namun, dia tahu, lebih baik untuk tidak salah menafsirkan kebaikan Nygglatho yang kemungkinan sama sekali tidak punya perasaan romantis di balik semuanya. Pada dasarnya, jenis kasih sayang yang ditunjukan olehnya sama dengan jenis kasih sayang yang petani berikan pada sapi atau ayam-ayam mereka. Dia bersikap baik pada Willem untuk memberinya makan seperti siklus [menaikan berat badan hewan ternak] ->[semakin puas saat memakannya].

Tenanglah, naluriku. Pikirkan. Orang di depan matamu adalah seorang predator. Hatimu berdegup kencang karena hidupmu dalam bahaya. Jangan salah paham. Willem terus mengatakan itu di dalam hatinya lagi dan lagi sampai detak jantungnya kembali normal.

"Kenapa wajahmu begitu pucat?" Wanita itu sama sekali tidak menyadari perjuangan internal si pemuda.
"Aku hanya ingin memastikannya sekali lagi ... kau tidak akan memakanku, 'kan?"

"Tidak tidak, aku benar-benar hanya ingin merawatmu. Troll mempunyai keinginan alami untuk memberikan tamu-tamu mereka sambutan semaksimal mungkin. Aku janji aku tidak akan memakanmu. 'Setidaknya untuk sekarang.'"

"Baiklah .. kenapa kau tidak mengulang apa yang baru saja kau katakan di bawah napasmu sekali lagi, lebih keras dan jelas."

"Hm? Aku tidak mengatakan apapun," Nygglatho menjawabnya tak peduli, kemudian cepat berdiri dan pergi membuka pintu.

Berbagai warna yang terdiri dari kuning, hijau, ungu, dan merah muda meluncur jatuh ke atas karpet. Empat gadis muda, semuanya nampak sekitar usia sepuluh tahun, dengan rambut yang sangat berwarna, saling menumpuk satu sama lain.

 Empat gadis muda, semuanya nampak sekitar usia sepuluh tahun, dengan rambut yang sangat berwarna, saling menumpuk satu sama lain
"Hey! Jangan menekan!" teriak salah seorang gadis yang tertindih di bawah temannya.

"M-M-Maaf! M-M-Maaf!" raung yang lainnya sambil terus membungkukan kepalanya.

"Ayy Nygglatho, ada apa?" Salah satunya yang bernama Pannibal berkata dengan dingin.

"Hey! Maaf!" Gadis terakhir dengan santai meminta maaf dengan senyum energik.

Semua gadis mulai berbicara bersamaan. Nygglatho, tidak mempedulikan perkataan mereka. Dia menaruh kedua tangannya di belakang punggungnya, berdiri tegak, dan mengucapkan satu perintah. "Kembali ke kamar kalian!"

Salah satu gadis dengan hati-hati mengangkat tangannya. "Um ... sebelum itu, kami ingin berkenalan dengan pengawas baru ..."

Yang lainnya mengangguk setuju.

"Apa kau tidak dengar apa yang aku katakan?" Dia memiringkan kepalanya agak ke samping dan memberi mereka tatapan galak. Kemudian, ia tersenyum. "Atau, jika kalian tidak mau dengar ... aku mungkin akan memakan kalian." Bahkan saat mengancam gadis-gadis itu, ia berbicara dengan suara lemah lembut, seperti seorang ibu yang memanjakan bayinya.

Tanpa ragu sedikitpun, gadis-gadis kecil itu segera menghilang dari ruangan. Cara kabur yang mengesankan.
"Baiklah kalau begitu, mari kita pergi." Nygglatho berbalik dan memanggil Willem.

"Ah.." Masih agak terbebani dalam situasi ini, dia nyaris tidak merespon.

Sepanjang penjamuan mereka, Nygglatho --yang sekarang sedang berada dalam suasana hati yang baik-- tersenyum dan bersenandung pelan sambil menatapnya. Berkat itu, Willem merasa sedikit tidak nyaman sepanjang waktu.

Ruangan pengawas hampir tidak mempunyai apapun di dalamnya. Sementara ruangan itu sendiri tidak kecil, tempat tersebut hanya berisi kasur, sebuah lemari kosong, dan lampu yang tergantung di dinding. Tidak ada karpet yang menutupi lantai kayu yang keras, dan tidak ada tirai yang menutupi jendela. Pemandangan di luar adalah hitam pekat, layaknya jendela itu sendiri dilukis dengan tinta. Hanya dengan menatapnya ke luar, Willem merasakan seolah ia akan tersedot, atau hancur oleh kegelapan yang luar biasa.

Kamar yang cukup bagus , pikir Willem. Sebelum-sebelumnya, ia hanya tinggal di komplek apartemen yang dibuat untuk pekerja Borgel. Selain kebersihannya yang kurang, Willem juga merasa tidak mungkin tidur di kasur yang disediakan karena perbedaan ukuran tubuh Borgle dan dirinya. Setiap malam, ia akan berbaring di atas lantai dan meringkuk di dalam selimut. Membandingkan itu, hampir seluruh ruangan terlihat seperti surga.

Willem melempar barang-barangnya ke atas lantai dan mencoba tempat tidurnya. Kasur yang empuk dan sprei yang sedikit harum perlahan menghilangkan kelelahan di tubuhnya. membawanya dalam tidur yang nyenyak.

" ... Sebelum itu ..."

Dia berhasil melepas punggungnya dari kasur sebelum ia benar-benar tertidur. Pertama, ia perlu melepas seragam tentaranya yang panas. Setelah itu, memasukan beberapa pakaian polos yang ia bawa ke dalam lemari. Sepertinya tidak ada tempat untuk menaruh barang-barangnya yang lain --yang mana tidak terlalu banyak-- jadi ia hanya meninggalkannya di dalam tas.

Itu cukup . Willem menyukai keheningan ini, ia telah terbiasa dengan keributan di pulau ke-28 - atau mungkin tidak ...

"Apa kau mendengarnya tertidur?"

"Aku tidak tahu .. ini pertama kalinya aku melihat anak laki-laki."

"Kecilkan suaramu. Dia mungkin menyadari kita."

Beberapa bisikian dari luar pintu memecahkan keheningan yang damai. Mungkin itu anak-anak yang dimarahi Nygglatho sebelumya ... mereka benar-benar tidak menyerah.

Willem menahan napasnya, memegang ujung pintu tanpa mengeluarkan suara apapun. Dia menghitung sampai tiga, lalu membukanya. Gadis-gadis itu jatuh ke dalam kamar, membuat tumpukan kedua malam ini.

"A-apa?"

"M-maaf!!"

"Hey, Pak pengawas! Malam yang indah, bukan?"

Willem berjongkok untuk membuat kontak mata dengan para gadis dan menaruh satu jari di mulutnya. Mereka berkedip karena terkejut untuk beberapa saat, namun kemudian menaruh jari mereka sendiri di mulut mereka, menebak apa yang ingin dikatakan Willem.

Kau akan dimakan oleh Nygglatho. Mereka semua --para gadis dan Willem-- membisikan hal yang sama dengan hanya melihat satu sama lain. Tidak peduli kapan dan di mana, jika kau ingin membuat anak-anak menurutimu, pertama kau harus menakut-nakuti mereka dengan kehadiran hantu.

Willem memberi isyarat pada para gadis untuk memasuki kamar. Tidak ada cukup kursi untuk mereka semua, tapi tentu saja tidak mungkin mereka harus terus berdiri di ambang pintu. Begitu mereka memasuki kamar, para gadis beramai-ramai langsung mendesak Willem.

"Dari mana asalmu? Apa rasmu?"

"Ada hubungan apa antara kau dan Nygglatho? Percakapan kalian terdengar cukup dalam."
"Apa kau punya pacar? Tipe gadis seperti apa yang kau suka?"

"Apa makanan kesukaanmu? Dan makanan apa yang tidak kau suka?"

"Omong-omong, dari semua pertanyaan yang baru saja kami ajukan, yang mana yang akan kau jawab terlebih dulu?"

Layaknya banjir bandang, pertanyaan itu terus mengalir tanpa henti sampai membuat Willem mengangkat tangannya, memberi sinyal agar berhenti.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu terlebih dahulu. Aku tidak punya pacar, tapi aku suka wanita yang baik dan handal yang sedikit lebih tua dariku. Makanan favoritku adalah daging super pedas, dan tidak ada makanan yang aku benci, tapi beberapa hari lalu ketika aku melihat kotak makan siang seorang Reptrace, aku hampir muntah. Hubunganku dengan Nygglatho seperti seorang petani dan sapinya. Hingga pagi ini aku tinggal di pulau ke-28. Tentang rasku ... sepertinya aku mempunyai banyak darah berbeda yang tercampur jadi aku tidak benar-benar tahu." Willem menjawab semua pertanyan sekaligus, menunjuk satu-satu tiap kali menjawab.

"Waaah!!"

Gadis-gadis itu bersorak kagum. Bangga dengan dirinya sendiri, Willem tertawa puas. Sebagai hasil dibesarkan di panti asuhan, menghibur anak-anak adalah salah satu keahliannya. Akan tetapi, kapanpun "putrinya" yang dibesarkan dalam panti asuhan yang sama, melihat Willem seperti ini, ia akan memanggilnya mengerikan.

Ahh ... anak-anak yang lucu. Anak perempuan, tidak seperti wanita, terutama wanita Troll yang jahat. Tidak membingungkan Willem dengan pemikiran menduga-duga. Dia tidak perlu curiga dengan motif tersembunyi di balik kebaikan mereka. Ahh ... mahluk-mahluk yang indah
"Namaku Willem. Aku akan bantu-bantu di sekitar sini sementara."

"Apa kau akan tinggal di sini?"

"Ya, itu adalah bagian dari pekerjaanku."

Diikuti sorakkan kekaguman sekali lagi. Menilai dari bisik-bisik lirih para gadis, Willem bisa menduga bahwa orang luar yang datang untuk tinggal tidak pernah terjadi sebelumnya. Masuk akal, mengingat bahwa perjalanan menuju pulau ke-68 bukan perkara yang mudah, seperti yang Willem rasakan hari ini. Jadi hanya dengan kemunculan wajah baru pasti sudah merupakan hal yang sangat menarik bagi anak-anak.

"Hey! Apa yang kalian lakukan?" Sebuah suara omelan datang dari ambang pintu.

Gadis-gadis kecil segera membeku. Orang yang berdiri di sana bukan Nygglatho, seperti yang Willem pikir, ia adalah gadis berambut biru langit.

"Dia melakukan perjalanan jauh dan pasti kelelahan, jangan mengganggunya. Bukankah Nygglatho sudah bilang pada kalian?"

"Umm ..ahh.." gumam gadis berambut oranye.

"Aku tidak bisa menghentikan rasa ingin tahuku," kata yang berambut ungu.

"Itu dia! Itulah yang disebut dorongan yang tidak tertahankan!" seru yang berambut merah muda.

Memotong alasan-alasan mereka, gadis berambut biru memarahi mereka sekali lagi. "Apa yang dikatakan Nygglatho? Atau kalian ingin aku membawanya kemari?"

"Baik!"

Gadis-gadis kecil itu langsung melarikan diri dengan sempurna sekali lagi. Willem bisa mendengar suara 'selamat tinggal' yang bergema dari jauh dan semakin jauh melewati lorong.

"Hmm, mereka tidak pernah mendengarkan." Dia menatap Willem. "Maaf tentang itu ... mereka memang seperti itu."

"Aku tidak keberatan ... Aku sudah terbiasa dengan anak-anak."

"Yah, aku senang.. tapi jangan terlalu memanjakan mereka. Jika kau meninggalkan mereka tanpa penjagaan, mereka akan menjadi liar."

"Haha, aku akan hati-hati." Willem tertawa dan untuk beberapa alasan si gadis meneguk ludahnya, seolah takut.

Keheningan singkat mulai menghampiri. Si gadis, yang Willem pikir akan segera pergi setelah mengusir anak-anak, tidak bergerak.

Dia nampaknya ingat sesuatu. "Ah maaf ... tentang Panibal saat di hutan sebelumnya. Dia agak terlalu bersemangat ... dia tidak bermaksud menyakitimu."

"Tak apa .. aku sama sekali tidak marah. Berkat mandi, aku tidak terkena flu atau semacamya."

"Oh ... begitu .. umm.." Dia terdiam sekali lagi. "Chtholly."

"Hm?"

"Namaku. Itu namaku .. agak canggung mengucapkannya mengingat aku pernah bilang padamu untuk melupakanku sebelumnya .. tentu saja kau tidak perlu mengingatnya .. tapi kupikir karena kau di sini mulai sekarang ... setidaknya aku harus memberi tahu namaku padamu."

"Ah ..." Willem berpikir untuk beberapa saat. Oh, itu benar. Kami tidak pernah tahu nama satu sama lain.

"Aku Willem. Senang bertemu denganmu, Chtholly."

Dia mengambil waktu untuk mengumpulkan napasnya. "Juga ... umm" Tidak bisa menemukan kata yang tepat, dia akhirnya bicara, "Jangan pikirkan. Maaf telah mengganggumu .. silakan isrirahat."

Saat Chtholly berbalik pergi, Willem tiba-tiba teringat sesuatu. Dia lupa menanyakan ini karena pertemuan yang tak terduga dengan Nygglatho. Meski begitu, pertanyaan ini sudah mengganjal di hatinya sejak ia tiba.
"Tuggu ... aku ingin menanyakan sesuatu padamu."

"Eh?"

Pintu yang telah ditutup, perlahan dibuka kembali.

"Aku datang kemari sebagai pengelola Senjata Perusaahaan Perdagangan."

Si gadis mengangguk.

"Dan tempat ini adalah gudang untuk menyimpan senjata-senjata itu."

"Mmm." Dia mengangguk sekali lagi.

"Tapi tidak peduli berapa lama aku melihat-lihat sekitar, tempat ini tidak terlihat seperti gudang menurutku. Di mana senjata-senjata itu?" Dia melihat ke sekeliling kamar. Dia melihat ke luar jendela. Kemana pun ia melihat, semua yang Willem lihat adalah bangunan perumahan. Tidak ada tanda-tanda gudang.

Atau mungkin ketika ia mendengar bahwa senjata-senjata itu dipakai untuk menyerang '17 Jenis Binatang Buas', Willem berasumsi senjata-senjata itu akan berupa golem besar atau semacamnya. Namun, jika dalam kenyataannya tidak begitu besar, dalam kasus ini, kemungkinan senjata-sejata itu akan disimpan di satu tempat dalam satu ruangan bisa saja terjadi. Meski begitu, hal ini justru menambah misteri.

"Dan ... aku tidak tahu apakah harus menanyakan ini secara langsung padamu, tapi kalian itu siapa? Kenapa kalian tinggal di fasilitas tentara?"

Untuk sesaat, Chtholly menatap Willem heran. "Kau datang kemari tanpa mengetahui itu?" Dia menyipitkan matanya. "Lebih penting lagi, kau bermain dengan anak-anak itu tanpa mengetahui keadaan mereka? Apa kau tipe orang yang hanya bergerak tanpa berpikir?"

"Ah ..." Willem tidak bisa mengatakan apapun untuk membalas. Dia sadar betul kalau tindakannya ini tidak masuk akal.

"Yah, apapun itu. Ini bukanlah rahasia, jadi aku akan memberitahumu. Jawaban pertanyaan pertamamu adalah pertanyaan keduamu. Jawaban pertanyaan keduamu adalah pertanyaan pertamamu."

"Hah?" Sebuah jawaban teka-teki. "Apa maksudnya itu?"

"Kau tidak perlu berpikir terlalu keras. Itu jelas seperti yang aku katakan. Kami adalah senjata yang kau bicarakan."

- Ah.

Ini memakan beberapa waktu bagi otak Willem untuk memproses maksud dari kata-katanya.
Chtholly melambaikan tangannya. "Yah kalau begitu, senang bertemu denganmu, Tuan Pengawas," Dia berjalan keluar pintu dan menutupnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar