Part II : Seorang Markless
Aku ini apa?
Willem sering bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan ini, jawabannya sederhana, seorang manusia yang hidup di tempat dimana manusia tidak seharusnya berada. Keberadaannya menantang logika. Dengan tidak bisa kembali ke rumah, dia berkelana, selamanya menjadi anak yang hilang.
Willem sering bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan ini, jawabannya sederhana, seorang manusia yang hidup di tempat dimana manusia tidak seharusnya berada. Keberadaannya menantang logika. Dengan tidak bisa kembali ke rumah, dia berkelana, selamanya menjadi anak yang hilang.
***
Saat matahari mulai
terbenam, jalan-jalan utama kota menjadi semarak dan penuh warna,
diterangi oleh lampu kristal yang menggantung di dinding. Asap ungu muda
melayang, diaduk-aduk oleh berbagai orang yang datang dan pergi. Borgle mengangkat suaranya untuk menarik pelanggan. Seorang wanita Ayrantrobos
kucing, mengelola tokonya, mengeluarkan embusan rokoknya. Sekelompok
Orc muda berjalan-jalan di jalanan sambil tertawa terbahak-bahak.
Sisi samping tempat
Willem duduk terdengar tenang. Meski hanya satu bangunan berdiri di
antara dua jalan, hampir tidak ada jejak hiruk-pikuk di luar sana yang
bisa dideteksi.
Dia mengeluarkan 32,000
uang Bradal, menyerahkannya untuk membayar hutangnya yang tersisa
sekitar 180,000 lagi. "Beri aku sekitar setengah tahun, Grick," Willem
menghadapi teman lamanya dan memasang senyum terbaiknya yang ia bisa.
"Aku akan punya cukup uang saat itu."
Mereka sedang duduk di
restoran murah. Willem mengenakan mantel tua yang telah usang dan
tudungnya sedikit dinaikan, menunjukkan wajahnya yang tidak memiliki
tanda.
"...."
Pria bernama Grick
--Borgle berukuran rata-rata-- menghitung uang yang Willem sampaikan
dengan ekspresi tidak puas. Di dalam amplop ada tumpukan besar tagihan
Bradal kecil, yang membuat proses penghitungannya tidak perlu lama.
Suasana kala itu sangat sunyi.
"Ahh ... oh! Itu benar ... bagaimana kabar Anaala?"
"Anaala? Tidak terlalu baik. Dia dimangsa oleh 'Third'
bulan lalu," jawab Grick singkat, tidak pernah mengalihkan pandangan
dari uangnya. "Omong-omong, Gulgura juga mati. Kau tahu bagaimana Pulau
Terapung ke-47 tenggelam musim panas lalu? Ya, dia terperangkap di pulau
itu ... sekarang dia hanya sedikit noda di dataran jauh di bawah."
"Ah ... maaf ... seharusnya aku tidak bertanya." Bahu Willem merosot mendengar kabar sedih itu.
Grick sepertinya tidak
terlalu peduli, hanya tertawa. "Jangan khawatir tentang itu. Kami
penyelamat harta. Dari saat pertama kami menginjakkan kaki di tanah itu,
kami sudah siap untuk mati ... atau membiarkan orang lain mati jika
dibutuhkan. Lagi pula, keduanya hidup cukup lama. Kebanyakan penyelamat
harta mati pada hari pertama mereka pergi ke sana."
Dia akhirnya selesai
menghitung. "Ya, jumlahnya pas 32.000." Grick menyelaraskan semua
tagihan kertas sebelum memasukkannya kembali ke dalam amplop dengan
rapi. "Tapi, Willem ... apa kau baik-baik saja dengan ini?"
"Dengan apa?"
"Butuh waktu setengah
tahun untukmu mendapatkan 30.000 ini ... hutangnu masih 150.000 lagi,
jadi biarpun semuanya berjalan lancar, butuh waktu dua setengah tahun
lagi bagimu untuk melunasinya."
"Oh tentang hal itu. Maaf, tapi sekarang aku benar-benar tidak bisa membayarnya lebih cepat."
"Yah, aku tidak sedang
butuh atau apa, tapi ..." Grick berhenti sejenak untuk memasukkan amplop
itu ke dalam tas kulit yang compang-camping. "Seperti yang kau tahu,
pulau ini dipenuhi oleh mahluk setengah binatang yang membenci Markless.
Kau tidak akan bisa menemukan pekerjaan yang layak. Saat ini kau hampir
tidak memiliki kesempatan untuk bekerja di tempat yang layak walaupun
dengan gaji rendah, bukan?"
"Ah ... kau benar ..." Willem menghindari kontak mata.
Grick menyipitkan matanya. "Jadi, uang ini hampir seluruh penghasilanmu dari enam bulan terakhir?"
"Minus pengeluaran untuk makan ... akhir-akhir ini pekerjaanku belum termasuk makanan."
"Itu bukan masalah
sebenarnya di sini," kata Grick sambil menghela napas. Dia mulai
mengetuk-ngetukkan jemari Borgle berototnya di atas meja, jelas terlihat
kesal. "Apa kau melakukan hal lain dengan hidupmu selain melunasi
hutang-hutangmu? Itulah yang ingin aku katakan ... sudah setengah tahun
sejak kau terbangun. Tidakkah kau menemukan apapun yang ingin kau
lakukan? Apa saja yang ingin kau nikmati?"
"Baiklah ... kau tahu, mereka bilang hanya menjalani hidup itu menyenangkan dengan sendirinya ..."
"Jangan membuat alasan untuk membenarkan bahwa menjalani kehidupan yang membosankan seperti itu adalah tujuan hidupmu."
Grick memotong Willem
dengan tajam. "Aku hidup untuk apa yang aku nikmati. Lautan harta karun
terletak di sana --di tanah atau dataran--. Bahan dan teknologi yang
tidak kita miliki di sini hanya berputar-putar untuk diambil siapa saja.
Mencari benda-benda itu dan membawanya kembali untuk dijual adalah apa
yang aku nikmati. Datang tidak membawa apapun dan kembali dengan hasil
... seperti memetik rempah-rempah yang ada dengan caranya sendiri.
Sengaja memasuki sarang 'sixth' ... saat seperti itulah aku merasa paling hidup."
Sejenak, Grick menatap tajam ke matanya, mengenang petualangan masa lalunya. "Itulah yang kami --salvagers--
lakukan. Jadi bagaimana denganmu, Willem? Jika kau tipe orang serius
yang suka bekerja keras, maka tidak apa-apa bagiku ... tapi pernahkah
kau memikirkan apa yang akan kau lakukan setelah melunasi hutang ini?"
"Bukankah kopi ini agak
asin?" Usaha yang hampir terlalu jelas untuk menghindari pertanyaan itu.
Grick memberinya tatapan yang lucu. Karena masih belum bisa menemukan
jawaban, Willem tertawa terbahak-bahak sebelum suasana kembali hening.
Secara umum, Borgles
adalah ras yang relatif sederhana. Mereka hanya mengikuti naluri
mereka. Tentu ada beberapa variasi di antara individu, tapi Grick adalah
pemikir yang jelas dan logis sehingga hampir membuat Willem meragukan
identitasnya. Dia juga pria yang baik, aspek kepribadian Grick yang
sering membuat Willem terganggu.
"Katakan, Willem ... aku
mungkin punya pekerjaan untukmu. Kenapa kau tidak mencobanya saja?"
Grick memecah kesunyian itu dengan sebuah pertanyaan. "Aku tahu
seseorang yang mencari orang-orang sepertimu ... ini pekerjaan yang
layak, tapi ini melibatkan bekerja tanpa batas untuk jangka waktu yang
lama dengan para markless, jadi dia tidak dapat menemukan banyak
calon yang mau mengambil tugas ini. Aku menduga kau sama sekali tidak
memiliki masalah dengan Markless."
"Kenapa kau tidak ambil saja pekerjaan ini untuk dirimu sendiri? Maksudku, kau bisa tahan denganku --yang seorang markless--."
"Aku seorang penyelamat
harta. Jiwaku tinggal di sana, di tanah. Pekerjaan apa pun yang
menjebakku di sini akan membuatku gila," kata Grick sambil tertawa
kecil. "Apa yang akan kau lakukan dalam pekerjaan itu ... hanyalah
cantumkan namamu dan kau akan mengelola senjata rahasia Winged Guard." Kata-kata itu tidak memiliki konotasi yang sangat damai.
Kata 'Winged Guard', di Regul Aire, biasanya mengacu pada organisasi resmi atau tentara yang dibuat untuk melawan invasi dari '17 jenis binatang buas'. Bahkan dengan dataran tinggi yang cukup sulit dijangkau, Winged Guard
bisa saja masih memiliki kesulitan besar ketika melawan
binatang-binatang itu. Toh, mereka adalah musuh yang menghancurkan semua
bentuk kehidupan di darat. Untuk mendapatkan senjata tambahan, tentara
telah menggunakan semua metode yang ada - atau setidaknya itulah cerita
yang beredar.
"Aku tidak bisa bertempur lagi. Kau tahu itu. 'kan?"
"Aku tahu. Hanya karena aku bilang 'Winged Guard' tidak berarti kau akan pergi berperang untuk mengalahkan segalanya. Masih ada lagi pekerjaan di balik layar, kau tahu?"
"... seperti apa?"
Penjelasan Grick tidak memberi Willem gambaran yang bagus tentang
pekerjaan ini. "Apa jenis pekerjaan yang bisa dilakukan pekerja paruh
waktu sepertiku?"
"Aku tidak berpikir itu
akan berjalan dengan baik. Tapi jika masalahnya adalah dokumen yang kau
khawatirkan, aku bisa mengurusnya." Grick tertawa terbahak-bahak.
"Ngomong-ngomong, dengarkan. Aku mendengar bahwa senjata rahasia
tersebut dirawat dan dikelola secara efektif oleh Orlandri General Trading Company. Seperti yang kau tahu, undang-undang melarang warga sipil memiliki senjata di atas tingkat kekuatan tertentu.
"Namun, untuk tentara,
Orlandri adalah sponsor utama, jadi para tentara tidak ingin merusak
hubungan dengan mereka. Selain itu, bahkan jika Winged Guard mengumpulkan
senjata tersebut, mereka tidak akan dapat mengelola atau merawat
senjata-senjata itu dengan sumber daya teknologi dan keuangan mereka
saat ini. "
"Jadi di atas kertas, tentara yang memiliki senjata ... tapi sebenarnya perusahaan perdagangan yang memegang kendali?"
"Persis. Tentara
mengirim pengawas, tapi tidak melakukan hal lain. Kepada setiap prajurit
sejati, pengawas itu adalah pekerjaan yang tidak berguna. Kau hampir
tidak memiliki wewenang, dan hasil pekerjaanmu tidak dapat
dipublikasikan karena kau mengelola senjata rahasia. Sebuah kemunduran
untuk karir tentara manapun. Itu sebabnya mereka mulai mencari orang di
luar tentara."
Grick menatap Willem dengan mata Borber
yang kuning. "Seperti yang aku katakan, kau bisa mendapatkan gelar
resmi sebagai seorang tentara. Karena seorang perwira tidak benar-benar
melakukan apapun, kau tidak memerlukan keahlian khusus. Hanya perlu
memiliki kesabaran ekstra dan tutup mulut. Gajinya lumayan bagus. Kau
bisa melunasi seluruh hutangmu dan masih memiliki beberapa sisa."
Gunakan uang itu dan temukan cara hidupmu sendiri. Aku tahu kau memiliki
keadaan khusus, tapi jangan sia-siakan hidup yang telah diberikan
padamu. Itulah yang lain dan aku ... " Grick menggelengkan kepalanya.
"Ah, maaf ... sepertinya
aku agak melunak karena teringat begitu banyak teman-temanku yang
mati." Wajah pria Borgle itu terpelintir dengan senyum pahit.
Hasilnya, Willem semakin sulit untuk menolak tawaran itu. "Baiklah, ceritakan lebih banyak rincian tentang pekerjaan ini."
"Kau akan menerimanya?"
"Aku akan memutuskannya setelah mendengar sedikit lagi. Jadi, jangan katakan apapun yang membuatku berubah pikiran."
"Mengerti. Pertama-tama
.... " Kebahagiaan jelas muncul di raut wajahnya ketika ia berhenti
sejenak untuk meneguk secangkir kopi, Grick menunduk menatap secangkir
kopi itu. "Ternyata benar kopi ini agak asin." Dia tertawa
terbahak-bahak.
Grick adalah seorang
pemikir logis dan Borgle yang sangat simpatik. Dengan kata lain, pria
yang baik. Willem hanya sedikit bermasalah dengan bagian dari dirinya
itu.
***
Lebih dari seratus pulau
terapung yang membentuk Regul Aire memiliki sistem penomoran. Di tengah
kelompok ada Pulau Melayang 1, dan dari sana jumlahnya tersebar dalam
pola spiral. Saat kau keluar dari pusat, jumlahnya menjadi lebih besar
dan lebih besar.
Namun, ada beberapa hal
khusus yang perlu dipertimbangkan. Pulau-pulau pusat --sampai sekitar
nomor empat puluh-- cukup dekat dengan pulau-pulau yang lain. Dalam
beberapa kasus ekstrim, dua pulau bahkan bisa dihubungkan dengan
jembatan. Kedekatan antara pulau-pulau ini memudahkan pertukaran budaya
dan ekonomi, yang pada gilirannya mengarah ke kota-kota yang makmur.
Di sisi lain,
pulau-pulau di dekat tepi, setelah nomor tujuh puluh atau lebih,
memiliki jarak yang jauh di antara mereka dan biasanya berukuran kecil.
Akibatnya, perkotaan kurang banyak, kurang berpenduduk, dan tentu saja
kurang makmur. Beberapa mungkin sangat terisolasi sehingga kapal terbang
publik bahkan tidak sampai pada rute mereka.
Fasilitas di mana Willem
harus pergi untuk pekerjaan barunya terletak di Pulau ke-68. Cukup jauh
untuk tidak terjangkau langsung oleh kapal terbang publik, pulau ini
memerlukan beberapa cara yang lebih kreatif untuk dicapai. Sementara
membeli atau menyewa kapal pribadi tidak layak secara finansial, Willem
memilih untuk mengambil rute kapal terbang publik ke Pulau ke-53
--pemberhentian terdekat ke tempat tujuannya--. Dari sana, dia menyewa
seorang penyeberang untuk membawanya menyeberang.
Perhitungannya sempurna -
kecuali satu hal, yang Willem perhatikan saat dia tiba di Pulau
ke-68--. Matahari telah benar-benar turun dan terbenam. Angin bertiup
cukup kencang.
"Lelucon macam apa ini?"
Berdiri sendirian di pelabuhan sepi, Willem tertawa sendiri. Ujung
mantelnya --yang dikenakan di atas seragam tentara barunya-- berkibar
kencang karena angin.
Sang penyeberang
bergegas pulang ke Pulau 53 segera setelah menurunkan Willem, jadi tidak
ada jalan kembali. Dia melihat sebuah tanda yang sudah kusam. Menurut
tanda itu, kota terdekat berjarak 2000 malumel ke kanan, sedangkan
gudang 4 milik Perusahaan Orlandri Trading Company berjarak y500
malumel ke kiri. Di samping tanda itu, dua panah kayu merah menunjuk ke
arah yang berlawanan --menandakan bahwa orang yang tidak berkepentingan
dilarang lewat--.
"Pasti yang itu," gumam Willem pada dirinya sendiri, mengenali nama Orlandri.
Panah menunjuk ke arah jalan sempit yang mengarah tepat ke tengah hutan
lebat. Tentu saja, tidak ada satu pun lampu jalan atau hal lain yang
terlihat. Sementara berjalan melewati tempat itu tanpa cahaya akan
terasa sangat menyeramkan, Willem tidak bisa hanya duduk di sini dan
menunggu pagi. Dia berpikir untuk menuju ke arah lain dan menemukan
sebuah penginapan, tapi jalan itu masih cukup jauh dan pastinya tidak
jauh lebih terang. Sambil menatap langit berbintang untuk terakhir
kalinya, Willem mendesah dan melangkah ke kegelapan.
Bintang-bintang itu
kadang mengintip dari celah di antara pepohonan, memberi Willem cahaya
yang cukup untuk tetap berada di jalan setapak. Menjelajahi jalan
seperti itu, bagaimanapun, menyebabkan langkahnya lambat.
Gelap. Tak perlu dikatakan lagi, Willem tahu bahkan sebelum dia melangkah ke hutan. Aku bahkan tidak bisa melihat ke mana aku melangkah. Ini juga, dia tahu sebelumnya, tapi tetap saja dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluh pada dirinya sendiri.
Karena hening dan hanya
seorang diri, Willem tiba-tiba teringat akan sebuah dongeng yang ia baca
saat masih kecil. Seorang anak laki-laki memasuki hutan pada suatu
malam musim panas dan tidak pernah pulang lagi. Di hutan, sekelompok
peri menculiknya dan membawanya ke negeri mereka di dunia lain - atau
semacamnya. Pada saat itu, Willem berpikir hal yang sama bisa saja
terjadi padanya, jadi dia bersumpah untuk tidak pernah mendekati hutan
di malam hari. Penjaga panti asuhan dan 'putrinya' menggodanya
tanpa henti tentang hal itu. Sekarang setelah dia tidak lagi menjadi
anak laki-laki, cerita itu jadi terdengar lucu, tapi ...
"Tidak ada binatang berbahaya di sini, 'kan?"
Antara diculik oleh peri
dan disantap hewan liar, yang terakhir tampaknya terdengar lebih logis
dalam situasi saat ini. Hutan dan Pulau ke-68 ini sendiri cukup luas
jika dibandingkan dengan standar Regul Aire. Tempat itu bisa dianggap
sebagai tiruan yang dekat dengan keadaan yang pernah ditemukan di darat,
jadi dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan serigala atau beruang
muncul dari kegelapan.
Bisakah aku bertahan dari serangan beruang?
Tanya Willem pada dirinya sendiri. Untuk masa lalunya sendiri, beberapa
binatang liar tidak akan menjadi masalah baginya. Tetapi keadaannya
saat ini, setelah kehilangan semua kekuatannya, dia tidak bisa begitu
yakin.
Dia merasakan sesuatu
yang basah di bawah kakinya. Sepertinya dia menyimpang sedikit dari
jalan ketika tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dari bau air yang
samar, seiring dengan suara dan tekstur tanah, Willem menduga bahwa
kakinya telah menyimpang ke lahan basah.
Pencampuran air, lumpur, dan angin menghasilkan aroma unik yang entah mengapa, hal itu membuatnya nostalgia. Apakah tempat ini benar-benar ada di langit? Berpikir tentang rumah, mengarungi rawa hitam yang gelap, Willem tersenyum pahit.
Dari sudut matanya, dia melihat secercah cahaya. Bola bercahaya berayun keras dari sisi ke sisi sambil berangsur seakan tumbuh lebih besar. Ada sesuatu yang datang.
"Seseorang datang untuk menjemputku?"
Ketika kapal induk dan
kapal tambang mendarat di pelabuhan pulau ini, fasilitas itu mungkin
akan diberitahu entah bagaimana. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika
seorang teknisi atau peneliti atau seseorang melihat isyarat dan datang
menemuinya.
Ah, kau tidak harus berjalan jauh ke sini hanya untuk menjemputku. Willem memainkan percakapan di kepalanya saat ia menuju ke arah cahaya.
"Rasakan ini!"
Cahaya itu melonjak ke
udara. Teriakan pertempuran --sedikit terlalu imut untuk memenuhi syarat
sebagai teriakan-- berdering melalui udara lembab. Willem melihat
pedang kayu mencuat dari kegelapan, turun dari atas pada tingkat yang
sangat cepat.
Mengapa?! Dia
mencoba dengan sia-sia memikirkan alasan mengapa dia diserang secara
tiba-tiba. Bagaimanapun, ini buruk. Jika hanya untuk menghindari
serangan ini, akan mudah bagi Willem untuk melakukanya. Masalahnya
adalah bahwa penyerang --yang saat ini melompat melalui udara-- akan
menghasilkan gerak parabola yang sempurna seperti yang ditentukan oleh
hukum fisika dan terbang langsung ke tanah yang berada di belakang
Willem.
Apa yang harus aku lakukan. Sebelum
dia sempat memutuskan dengan tindakan yang wajar, tubuhnya mulai
bergerak sendiri. Willem melangkah maju, menempatkan dirinya di bawah
lintasan yang dilalui pedang kayu di udara. Dia menarik lengannya dan
menangkap tubuh si penyerang. Aduh. Lebih berat dari yang aku kira ... aku tidak berpikir kakiku bisa bertahan lebih lama dari ini.
Instingnya sebagai
seorang tentara dan melakukan pekerjaan mereka, membuatnya reflek
mengalihkan tubuhnya ke mode pertempuran dan mencoba mengaktifkan Venom
di dalam tubuhnya. Proses ini biasanya akan memperkuat otot-ototnya dan
mempercepat pengambilan keputusannya, tetapi Willem malah merasakan
sakit yang tajam di sekujur tubuhnya. Kekuatan di lengannya memudar dan
dia jatuh ke belakang, mendarat di lahan basah dengan percikan keras.
Pada saat airnya tenang,
sebagian besar panas di tubuh Willem yang basah kuyup telah dicuri oleh
dinginnya air. Sebuah api kecil --kemungkinan besar diciptakan oleh Venom--
dinyalakan di tangan kanan penyerang. Cahayanya seakan menciptakan
dunia kecilnya sendiri, terputus dari kegelapan di sekitarnya.
Penyerang itu duduk di atas perut Willem dan menunduk menatapnya dengan wajah sombong. Willem melihat sekilas rambut dan mata ungu muda.
"Pannibal! Apa yang sedang kau lakukan?!"
Cahaya ajaib kedua
menari di antara pepohonan dan mendekat. Tak lama kemudian, gadis muda
lainnya muncul dari kegelapan. Willem mengenali sosok gadis berambut
biru langit yang pernah bertemu dengannya beberapa hari lalu.
Gadis ungu yang duduk di
atasnya mengangkat kepalanya dan berkata dengan sombong pada pendatang
baru itu. "Seseorang mencurigakan telah dikalahkan."
"Kau seharusnya tidak
berlari-lari di sekitar sini, tanahnya basah dan akan sangat mengganggu -
eh?!" Gadis yang familiar menatap Willem dengan wajah terkejut.
"Seseorang mencurigakan ... kau?! Mengapa?!"
"Hei ... lama tidak bertemu ..." Dia mengangkat tangannya sedikit dan tersenyum pada gadis itu.
***
Tentu saja, Willem tidak
bisa tinggal dengan basah kuyup seperti itu selamanya. Setelah lama
mandi dan berganti baju, ia berdiri di depan cermin. Seorang pria
berambut hitam menatapnya kembali dengan mata hitam yang sepertinya
tidak memiliki tujuan hidup. Senyuman samar yang ia perlihatkan tampak
begitu alami, seolah otot wajahnya ditekuk secara permanen ke bentuk
itu.
Untuk menyembunyikan dirinya sebagai markless,
Willem pernah mencoba memasang tanduk palsu dan taring. Namun, hal itu
malah terlihat sangat mengerikan sehingga hampir membuatnya tertekan.
Dia menyimpulkan bahwa ciri-ciri wajah itu dimaksudkan untuk
mengungkapkan sisi liarnya, jadi hal itu tidak berjalan dengan baik pada
orang-orang yang tidak memiliki kualitas liar dalam dirinya.
Sambil memeriksa
sekeliling tubuhnya untuk melihat apakah dia melewatkan lumpur atau
--jika ada-- rasa sakit yang masih ada, Willem merenungkan betapa
menyedihkannya dia. Hanya mencoba menyalakan sedikit Venom menyebabkan kekacauan ini. Dulu, dia bisa membuat api yang siap tempur begitu bangun dari tidur.
Yah, kukira tidak ada gunanya memikirkan barang yang sudah hilang.
Willem melangkah ke lorong fasilitas tentara --yang sama sekali tidak
terlihat seperti itu--. Lantainya terdiri dari papan kayu tua yang sudah
usang dan plester menutupi dinding. Beberapa kamar berjajar di lorong
pada jarak yang rata. Di dinding sebelah Willem ada tiga lembar kertas.
Satu menampilkan urutan untuk tugas-tugas, satu peringatan toilet rusak
di lantai dua, dan yang terakhir mengatakan 'Jangan lari di lorong!'.
Lalu, dia melihat
anak-anak mengintip dari balik berbagai benda, semua mencoba menyelinap
melihat pria baru yang menurut mereka aneh.
"Lewat sini."
Gadis berambut biru itu
membawanya berkeliling. membuatnya mendapatkan kesempatan lain untuk
melihatnya dari dekat sekali lagi. Willem menyesuaikan perkiraan umurnya
sekitar lima belas tahun berdasarkan standar manusia. Sebagai markless,
dia memiliki tubuh dan penampilan yang mirip dengan manusia. Hal yang
membedakannya adalah rambut biru cemerlangnya, mengingatkan pada langit
musim semi yang jernih. Emnetwyte tidak akan pernah bisa mencapai warna yang terlihat sealami itu, tidak peduli pewarna apa yang mereka gunakan.
Dibanding saat bertemu di Briki Shopping District,
si gadis tampak lebih tenang dan bersikap lebih dingin. Tapi meski
begitu, Willem tahu itu bukan kepribadian aslinya. Setiap kali dia
mengalami kebingungan atau ketidakpastian, hal itu terlihat jelas di
mata biru lautnya.
Mereka bilang tidak masalah bagaimana kau bertindak dalam perjalanan karena kau tidak akan pernah melihat orang-orang itu lagi.
Gadis yang Willem lihat beberapa hari yang lalu pasti merupakan hasil
dari pola pikir seperti itu. Dia mengingatkan Willem pada seorang teman
lama yang dulu bekerja bersamanya, seseorang yang telah lama bersikap
jujur terhadap dirinya sendiri. Saat ia melihat kenangan dari teman
lamanya, senyum tersungging di wajahnya.
"Ke-kenapa kau tersenyum? Apakah ada yang lucu?"
"Ah, tidak ada. Ayo kita lanjutkan."
Terkadang gadis itu
dengan gugup berpaling ke arah Willem --sepertinya dia ingin mengatakan
sesuatu-- tapi kemudian segera berbalik dan menjauhkan jarak di antara
mereka. Karena tidak mampu bersikap lebih akrab dari ini, Willem
membuntuti beberapa langkah di belakangnya dalam diam. Gadis dengan
rambut ungu --Pannibal-- yang tampak berusia sekitar sepuluh tahun,
dengan penuh rasa ingin tahu melihat pasangan yang canggung ini.
Setelah berjalan kaki
sebentar, mereka tiba di sebuah ruangan nyaman yang memiliki sebuah meja
kecil dan kursi, rak buku, tempat tidur, dan berbagai aksesoris
lainnya.
"Tempat ini seharusnya
menjadi gudang senjata, bukan?" Pertanyaan yang diajukan Willem sejak
dia memasuki tempat ini tiba-tiba menyelinap keluar.
"Reaksi yang wajar bagi orang yang baru sekali datang kemari."
Seorang wanita duduk di ruangan itu. Seorang markless
yang lain. Dilihat dari penampilannya, umurnya sekitar delapan belas
tahun, seumuran Willem, atau sedikit lebih tua. Rambut merah menyala
turun di sekitar ketinggian bahu. Mata hijau rumputnya menatap Willem
dengan tajam, dia mengenakan blus berwarna serupa dengan celemek putih
di atasnya. Perilaku lembut dan santunnya yang ditunjukan olehnya
memberi kesan yang agak elegan.
"Selamat datang di
gudang senjata rahasia," wanita itu berkata sambil tersenyum. "Lama
tidak bertemu, Willem. Apa kau agak lebih tinggi sekarang?"
"... kenapa kau di sini, Nygglatho?" Willem mengerang.
Terdengar bunyi gemuruh samar dari luar ruangan, tapi Willem pura-pura tidak mendengarnya.
"Kenapa kau bilang?
Memang di sinilah aku bekerja. Aku terkejut saat mendengar kabar dari
Grick. Aku tidak menyangka kau akan dikirim ke sini. Oh, selamat atas
promosimu, Willem Kmetsch, Petugas Teknisi Tingkat Dua. Mendapatkan
posisi seperti itu pada hari yang sama saat kau bergabung dengan militer
... bukankah kau naik pangkat dengan sangat cepat?"
"Jangan bercanda denganku ... Aku tahu pangkat itu hanya omong kosong. Selain itu ... 'seseorang yang mencari pekerja yang cocok' Yang Grick maksud ..."
"Ah, itu mungkin aku."
"Bajingan itu." Willem
akan mengingat ini dan memukul Grick saat mereka bertemu lagi. Dia
mungkin sudah siap untuk itu, ia sengaja mengatur perangkap ini untuk
Willem.
"Omong-omong, hutan saat
ini sangat menakutkan bukan? Jika kau menghubungi kami, kami bisa
menjemputmu dari pulau terdekat atau semacamnya."
Nygglatho memberi isyarat pada Willem agar duduk. Segelas teh diletakan di atas meja, mungkin sudah disiapkan selama ia mandi.
"Aku tidak terbiasa
bepergian menggunakan kapal terlalu lama .. pulau ke-28 sangat jauh dari
sini. Lain kali aku akan memberitahumu."
"Bagus .... omong-omong, pakaian itu sangat cocok untukmu."
"Kecuali orang yang saat ini memakainya, aku merasa sesak dan sulit bernapas."
"Tolong jangan
menngatakan hal yang seperti itu, Willem ... dibandingkan saat kau baru
saja bangkit, kau terlihat sekitar dua puluh persen lebih lezat."
" ... Itu berarti resiko kematianku juga meningkat sekitar dua puluh persen."
"Ah, jangan begitu kejam
... kau bisa percaya padaku. Aku sudah bilang padamu sebelumnya, bukan?
Meskipun aku adalah seorang Troll dan kau adalah hidangan yang sangat
langka, aku sama sekali tidak berniat untuk memakanmu." Nygglatho
menepuk telapak tangannya bersaaman, memiringkan kepalanya sedikit ke
samping dan melanjutkan. "Maksudku, akan sangat memalukan kalau aku
menyia-nyiakan manusia terakhir di dunia ini hanya untuk memuaskan rasa
lapar sesaat."
Willem mengakui bahwa gerakan tubuhnya itu agak lucu, tapi kata-katanya itu membuat tulang punggungnya menggigil.
"Tentu saja jika kau mengatakan 'tidak apa untuk memakanku', aku akan memikirkannya lagi ..."
"Tidak. Jelas aku menolaknya!"
"Hmm? Apa kau yakin tidak ingin berubah pikiran? Bagaimana jika hanya satu tangan? Atau satu jari?"
Willem mendesah. Semakin lama perbincangan ini berlanjut, itu akan semakin berbahaya baginya.
Troll, contoh klasik
dari monster, sering muncul dalam kisah hantu yang diceritakan oleh para
pengembara pada zaman dahulu. Seorang pria tampan atau wanita cantik
akan tinggal sendirian dalam rumah yang jauh dari kota manapun. Ketika
pengembara datang, ia akan diundang masuk, menyambutnya dengan pesta,
mengurusnya, kemudian, di tengah malam ia akan dimakan.
Hingga baru-baru ini,
Willem berpikir bahwa cerita ini hanyalah mitos. Sebuah cerita yang
dibuat untuk mengajarkan para pengembara baru agar tidak kehilangan
penjagaan mereka saat berada di tanah asing. Saat ia tahu bahwa Troll
benar-benar ada dan merupakan salah satu jenis Ogre, ia berdiri terkejut
dengan mulut yang terbuka lebar. Terlebih lagi, orang yang
memberitahunya itu kebetulan adalah Nygglatho. Dia menertawakannya,
mengatakan sesuatu seperti "Aku tidak tahu bagaimana rasanya dinggap sebagai mahluk mitos."
Willem mendengar suara
gaduh dari luar ruangan sekali lagi. Ia merasakan bahwa ia sedang
diintip, tetapi Willem memutuskan untuk mengabaikan mereka sekali lagi.
"Mari bahas mengenai
pekerjaan.. Aku diberitahu bahwa aku tidak harus melakukan pekerjaan
berat apapun, tapi aku tidak mendengar rinciannya. Apa yang harus aku
lakukan mulai besok? Atau lebih tepatnya, apa yang harus aku lakukan
selama di sini?"
"Hmmm ... mari kita lihat. Apa kau berniat untuk tinggal di sini?"
"Tentu saja. Aku dikirim kemari untuk mengelola 'senjata', jadi paling tidak aku harus tinggal di tempat yang sama."
"Dua orang yang sebelumnya dikirim kemari pergi pada hari pertama dan tidak pernah kembali, kau tahu?"
"Benarkah?!" Pekerjaan ini terdengar lebih dari sekedar candaan dari yang Willem pikir.
"Jadi, jika kau bilang seperti 'aku akan tinggal di sini!' atau pergi ke tempat manapun di pulau ini, sejujurnya itu bukan masalah ..."
"Apanya yang bukan masalah! Setelah aku membalikan badan, aku yakin kau akan langsung menusukku atau sesuatu, 'kan?"
"Memangnya menurutmu aku ini jenis orang seperti apa ...."
Ogre pemakan manusia, tentu saja.
Willem mendesah panjang. "Yah, meninggalkan pekerjaan berlawanan dengan prinsipku, meskipun itu tidak ada artinya. Aku datang kemari berniat untuk tinggal."
"Benarkah? Itu bagus!"
Seru Nygglatho meletakan tangannya di samping mulutnya. "Baiklah kalau
begitu, aku harus secepatnya menyiapkan kamarmu. Oh, kau pastinya lapar
juga. Mungkin ada sesuatu yang tersisa di ruang makan ... besok aku akan
membuatkan pesta untukmu, jadi nantikan itu!"
Mendesah lagi. Willem
selalu menganggap Nygglatho adalah orang yang agak sulit diatasi.
Mengabaikan fakta bahwa dia ingin memakannya --yang sebenarnya cukup
sulit untuk diabaikan--, sesuatu tentang sikapnya .. sebagai seorang
teman, ia merasa tidak enak.
"Hehe.. merawat Willem .. sudah sekitar setahun, bukan? Aku agak bersemangaat."
Willem adalah seorang
pria, pria muda. Sebagai seorang pria, ia mempunyai banyak emosi rumit
dan tak terkendali yang tersimpan di dalam hatinya. Dengan kata lain,
dalam situasi seperti ini, dirawat oleh seorang teman wanita --yang juga
berpenampilan menarik--, membuat hatinya sedikit bergetar.
Namun, dia tahu, lebih
baik untuk tidak salah menafsirkan kebaikan Nygglatho yang kemungkinan
sama sekali tidak punya perasaan romantis di balik semuanya. Pada
dasarnya, jenis kasih sayang yang ditunjukan olehnya sama dengan jenis
kasih sayang yang petani berikan pada sapi atau ayam-ayam mereka. Dia
bersikap baik pada Willem untuk memberinya makan seperti siklus
[menaikan berat badan hewan ternak] ->[semakin puas saat memakannya].
Tenanglah, naluriku.
Pikirkan. Orang di depan matamu adalah seorang predator. Hatimu berdegup
kencang karena hidupmu dalam bahaya. Jangan salah paham. Willem terus mengatakan itu di dalam hatinya lagi dan lagi sampai detak jantungnya kembali normal.
"Kenapa wajahmu begitu pucat?" Wanita itu sama sekali tidak menyadari perjuangan internal si pemuda.
"Aku hanya ingin memastikannya sekali lagi ... kau tidak akan memakanku, 'kan?"
"Tidak tidak, aku
benar-benar hanya ingin merawatmu. Troll mempunyai keinginan alami untuk
memberikan tamu-tamu mereka sambutan semaksimal mungkin. Aku janji aku
tidak akan memakanmu. 'Setidaknya untuk sekarang.'"
"Baiklah .. kenapa kau tidak mengulang apa yang baru saja kau katakan di bawah napasmu sekali lagi, lebih keras dan jelas."
"Hm? Aku tidak mengatakan apapun," Nygglatho menjawabnya tak peduli, kemudian cepat berdiri dan pergi membuka pintu.
Berbagai warna yang
terdiri dari kuning, hijau, ungu, dan merah muda meluncur jatuh ke atas
karpet. Empat gadis muda, semuanya nampak sekitar usia sepuluh tahun,
dengan rambut yang sangat berwarna, saling menumpuk satu sama lain.
"Hey! Jangan menekan!" teriak salah seorang gadis yang tertindih di bawah temannya.
"M-M-Maaf! M-M-Maaf!" raung yang lainnya sambil terus membungkukan kepalanya.
"Ayy Nygglatho, ada apa?" Salah satunya yang bernama Pannibal berkata dengan dingin.
"Hey! Maaf!" Gadis terakhir dengan santai meminta maaf dengan senyum energik.
Semua gadis mulai
berbicara bersamaan. Nygglatho, tidak mempedulikan perkataan mereka. Dia
menaruh kedua tangannya di belakang punggungnya, berdiri tegak, dan
mengucapkan satu perintah. "Kembali ke kamar kalian!"
Salah satu gadis dengan hati-hati mengangkat tangannya. "Um ... sebelum itu, kami ingin berkenalan dengan pengawas baru ..."
Yang lainnya mengangguk setuju.
"Apa kau tidak dengar
apa yang aku katakan?" Dia memiringkan kepalanya agak ke samping dan
memberi mereka tatapan galak. Kemudian, ia tersenyum. "Atau, jika kalian
tidak mau dengar ... aku mungkin akan memakan kalian." Bahkan saat
mengancam gadis-gadis itu, ia berbicara dengan suara lemah lembut,
seperti seorang ibu yang memanjakan bayinya.
Tanpa ragu sedikitpun, gadis-gadis kecil itu segera menghilang dari ruangan. Cara kabur yang mengesankan.
"Baiklah kalau begitu, mari kita pergi." Nygglatho berbalik dan memanggil Willem.
"Ah.." Masih agak terbebani dalam situasi ini, dia nyaris tidak merespon.
Sepanjang penjamuan
mereka, Nygglatho --yang sekarang sedang berada dalam suasana hati yang
baik-- tersenyum dan bersenandung pelan sambil menatapnya. Berkat itu,
Willem merasa sedikit tidak nyaman sepanjang waktu.
Ruangan pengawas hampir
tidak mempunyai apapun di dalamnya. Sementara ruangan itu sendiri tidak
kecil, tempat tersebut hanya berisi kasur, sebuah lemari kosong, dan
lampu yang tergantung di dinding. Tidak ada karpet yang menutupi lantai
kayu yang keras, dan tidak ada tirai yang menutupi jendela. Pemandangan
di luar adalah hitam pekat, layaknya jendela itu sendiri dilukis dengan
tinta. Hanya dengan menatapnya ke luar, Willem merasakan seolah ia akan
tersedot, atau hancur oleh kegelapan yang luar biasa.
Kamar yang cukup bagus ,
pikir Willem. Sebelum-sebelumnya, ia hanya tinggal di komplek apartemen
yang dibuat untuk pekerja Borgel. Selain kebersihannya yang kurang,
Willem juga merasa tidak mungkin tidur di kasur yang disediakan karena
perbedaan ukuran tubuh Borgle dan dirinya. Setiap malam, ia akan
berbaring di atas lantai dan meringkuk di dalam selimut. Membandingkan
itu, hampir seluruh ruangan terlihat seperti surga.
Willem melempar
barang-barangnya ke atas lantai dan mencoba tempat tidurnya. Kasur yang
empuk dan sprei yang sedikit harum perlahan menghilangkan kelelahan di
tubuhnya. membawanya dalam tidur yang nyenyak.
" ... Sebelum itu ..."
Dia berhasil melepas
punggungnya dari kasur sebelum ia benar-benar tertidur. Pertama, ia
perlu melepas seragam tentaranya yang panas. Setelah itu, memasukan
beberapa pakaian polos yang ia bawa ke dalam lemari. Sepertinya tidak
ada tempat untuk menaruh barang-barangnya yang lain --yang mana tidak
terlalu banyak-- jadi ia hanya meninggalkannya di dalam tas.
Itu cukup . Willem menyukai keheningan ini, ia telah terbiasa dengan keributan di pulau ke-28 - atau mungkin tidak ...
"Apa kau mendengarnya tertidur?"
"Aku tidak tahu .. ini pertama kalinya aku melihat anak laki-laki."
"Kecilkan suaramu. Dia mungkin menyadari kita."
Beberapa bisikian dari
luar pintu memecahkan keheningan yang damai. Mungkin itu anak-anak yang
dimarahi Nygglatho sebelumya ... mereka benar-benar tidak menyerah.
Willem menahan napasnya, memegang ujung pintu tanpa mengeluarkan suara apapun. Dia menghitung sampai tiga, lalu membukanya. Gadis-gadis itu jatuh ke dalam kamar, membuat tumpukan kedua malam ini.
"A-apa?"
"M-maaf!!"
"Hey, Pak pengawas! Malam yang indah, bukan?"
Willem berjongkok untuk
membuat kontak mata dengan para gadis dan menaruh satu jari di mulutnya.
Mereka berkedip karena terkejut untuk beberapa saat, namun kemudian
menaruh jari mereka sendiri di mulut mereka, menebak apa yang ingin
dikatakan Willem.
Kau akan dimakan oleh Nygglatho. Mereka semua --para gadis dan Willem-- membisikan hal yang sama dengan hanya melihat satu sama lain. Tidak peduli kapan dan di mana, jika kau ingin membuat anak-anak menurutimu, pertama kau harus menakut-nakuti mereka dengan kehadiran hantu.
Willem memberi isyarat
pada para gadis untuk memasuki kamar. Tidak ada cukup kursi untuk mereka
semua, tapi tentu saja tidak mungkin mereka harus terus berdiri di
ambang pintu. Begitu mereka memasuki kamar, para gadis beramai-ramai
langsung mendesak Willem.
"Dari mana asalmu? Apa rasmu?"
"Ada hubungan apa antara kau dan Nygglatho? Percakapan kalian terdengar cukup dalam."
"Apa kau punya pacar? Tipe gadis seperti apa yang kau suka?"
"Apa makanan kesukaanmu? Dan makanan apa yang tidak kau suka?"
"Omong-omong, dari semua pertanyaan yang baru saja kami ajukan, yang mana yang akan kau jawab terlebih dulu?"
Layaknya banjir bandang,
pertanyaan itu terus mengalir tanpa henti sampai membuat Willem
mengangkat tangannya, memberi sinyal agar berhenti.
"Aku akan menjawab
pertanyaanmu terlebih dahulu. Aku tidak punya pacar, tapi aku suka
wanita yang baik dan handal yang sedikit lebih tua dariku. Makanan
favoritku adalah daging super pedas, dan tidak ada makanan yang aku
benci, tapi beberapa hari lalu ketika aku melihat kotak makan siang
seorang Reptrace, aku hampir muntah. Hubunganku dengan Nygglatho seperti
seorang petani dan sapinya. Hingga pagi ini aku tinggal di pulau ke-28.
Tentang rasku ... sepertinya aku mempunyai banyak darah berbeda yang
tercampur jadi aku tidak benar-benar tahu." Willem menjawab semua
pertanyan sekaligus, menunjuk satu-satu tiap kali menjawab.
"Waaah!!"
Gadis-gadis itu bersorak
kagum. Bangga dengan dirinya sendiri, Willem tertawa puas. Sebagai
hasil dibesarkan di panti asuhan, menghibur anak-anak adalah salah satu
keahliannya. Akan tetapi, kapanpun "putrinya" yang dibesarkan dalam panti asuhan yang sama, melihat Willem seperti ini, ia akan memanggilnya mengerikan.
Ahh ... anak-anak yang lucu.
Anak perempuan, tidak seperti wanita, terutama wanita Troll yang jahat.
Tidak membingungkan Willem dengan pemikiran menduga-duga. Dia tidak
perlu curiga dengan motif tersembunyi di balik kebaikan mereka. Ahh ... mahluk-mahluk yang indah
"Namaku Willem. Aku akan bantu-bantu di sekitar sini sementara."
"Apa kau akan tinggal di sini?"
"Ya, itu adalah bagian dari pekerjaanku."
Diikuti sorakkan
kekaguman sekali lagi. Menilai dari bisik-bisik lirih para gadis, Willem
bisa menduga bahwa orang luar yang datang untuk tinggal tidak pernah
terjadi sebelumnya. Masuk akal, mengingat bahwa perjalanan menuju pulau
ke-68 bukan perkara yang mudah, seperti yang Willem rasakan hari ini.
Jadi hanya dengan kemunculan wajah baru pasti sudah merupakan hal yang
sangat menarik bagi anak-anak.
"Hey! Apa yang kalian lakukan?" Sebuah suara omelan datang dari ambang pintu.
Gadis-gadis kecil segera
membeku. Orang yang berdiri di sana bukan Nygglatho, seperti yang
Willem pikir, ia adalah gadis berambut biru langit.
"Dia melakukan perjalanan jauh dan pasti kelelahan, jangan mengganggunya. Bukankah Nygglatho sudah bilang pada kalian?"
"Umm ..ahh.." gumam gadis berambut oranye.
"Aku tidak bisa menghentikan rasa ingin tahuku," kata yang berambut ungu.
"Itu dia! Itulah yang disebut dorongan yang tidak tertahankan!" seru yang berambut merah muda.
Memotong alasan-alasan
mereka, gadis berambut biru memarahi mereka sekali lagi. "Apa yang
dikatakan Nygglatho? Atau kalian ingin aku membawanya kemari?"
"Baik!"
Gadis-gadis kecil itu langsung melarikan diri dengan sempurna sekali lagi. Willem bisa mendengar suara 'selamat tinggal' yang bergema dari jauh dan semakin jauh melewati lorong.
"Hmm, mereka tidak pernah mendengarkan." Dia menatap Willem. "Maaf tentang itu ... mereka memang seperti itu."
"Aku tidak keberatan ... Aku sudah terbiasa dengan anak-anak."
"Yah, aku senang.. tapi
jangan terlalu memanjakan mereka. Jika kau meninggalkan mereka tanpa
penjagaan, mereka akan menjadi liar."
"Haha, aku akan hati-hati." Willem tertawa dan untuk beberapa alasan si gadis meneguk ludahnya, seolah takut.
Keheningan singkat mulai menghampiri. Si gadis, yang Willem pikir akan segera pergi setelah mengusir anak-anak, tidak bergerak.
Dia nampaknya ingat
sesuatu. "Ah maaf ... tentang Panibal saat di hutan sebelumnya. Dia agak
terlalu bersemangat ... dia tidak bermaksud menyakitimu."
"Tak apa .. aku sama sekali tidak marah. Berkat mandi, aku tidak terkena flu atau semacamya."
"Oh ... begitu .. umm.." Dia terdiam sekali lagi. "Chtholly."
"Hm?"
"Namaku. Itu namaku ..
agak canggung mengucapkannya mengingat aku pernah bilang padamu untuk
melupakanku sebelumnya .. tentu saja kau tidak perlu mengingatnya ..
tapi kupikir karena kau di sini mulai sekarang ... setidaknya aku harus
memberi tahu namaku padamu."
"Ah ..." Willem berpikir untuk beberapa saat. Oh, itu benar. Kami tidak pernah tahu nama satu sama lain.
"Aku Willem. Senang bertemu denganmu, Chtholly."
Dia mengambil waktu
untuk mengumpulkan napasnya. "Juga ... umm" Tidak bisa menemukan kata
yang tepat, dia akhirnya bicara, "Jangan pikirkan. Maaf telah
mengganggumu .. silakan isrirahat."
Saat Chtholly berbalik
pergi, Willem tiba-tiba teringat sesuatu. Dia lupa menanyakan ini karena
pertemuan yang tak terduga dengan Nygglatho. Meski begitu, pertanyaan
ini sudah mengganjal di hatinya sejak ia tiba.
"Tuggu ... aku ingin menanyakan sesuatu padamu."
"Eh?"
Pintu yang telah ditutup, perlahan dibuka kembali.
"Aku datang kemari sebagai pengelola Senjata Perusaahaan Perdagangan."
Si gadis mengangguk.
"Dan tempat ini adalah gudang untuk menyimpan senjata-senjata itu."
"Mmm." Dia mengangguk sekali lagi.
"Tapi tidak peduli
berapa lama aku melihat-lihat sekitar, tempat ini tidak terlihat seperti
gudang menurutku. Di mana senjata-senjata itu?" Dia melihat ke
sekeliling kamar. Dia melihat ke luar jendela. Kemana pun ia melihat,
semua yang Willem lihat adalah bangunan perumahan. Tidak ada tanda-tanda
gudang.
Atau mungkin ketika ia
mendengar bahwa senjata-senjata itu dipakai untuk menyerang '17 Jenis
Binatang Buas', Willem berasumsi senjata-senjata itu akan berupa golem
besar atau semacamnya. Namun, jika dalam kenyataannya tidak begitu
besar, dalam kasus ini, kemungkinan senjata-sejata itu akan disimpan di
satu tempat dalam satu ruangan bisa saja terjadi. Meski begitu, hal ini
justru menambah misteri.
"Dan ... aku tidak tahu
apakah harus menanyakan ini secara langsung padamu, tapi kalian itu
siapa? Kenapa kalian tinggal di fasilitas tentara?"
Untuk sesaat, Chtholly
menatap Willem heran. "Kau datang kemari tanpa mengetahui itu?" Dia
menyipitkan matanya. "Lebih penting lagi, kau bermain dengan anak-anak
itu tanpa mengetahui keadaan mereka? Apa kau tipe orang yang hanya
bergerak tanpa berpikir?"
"Ah ..." Willem tidak bisa mengatakan apapun untuk membalas. Dia sadar betul kalau tindakannya ini tidak masuk akal.
"Yah, apapun itu. Ini
bukanlah rahasia, jadi aku akan memberitahumu. Jawaban pertanyaan
pertamamu adalah pertanyaan keduamu. Jawaban pertanyaan keduamu adalah
pertanyaan pertamamu."
"Hah?" Sebuah jawaban teka-teki. "Apa maksudnya itu?"
"Kau tidak perlu berpikir terlalu keras. Itu jelas seperti yang aku katakan. Kami adalah senjata yang kau bicarakan."
- Ah.
Ini memakan beberapa waktu bagi otak Willem untuk memproses maksud dari kata-katanya.
Chtholly melambaikan
tangannya. "Yah kalau begitu, senang bertemu denganmu, Tuan Pengawas,"
Dia berjalan keluar pintu dan menutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar