Chapter 1 : Sebelum Dunia Berakhir

Jumat, 21 Juli 2017

 Sebelum Dunia Berakhir

Malam sebelum pertempuran terakhir.

Paling tidak, habiskan momen ini dengan orang yang ingin kau temui untuk terakhir kalinya.

Kelompok pahlawan yang disiapkan untuk mengalahkan Elq Hrqstn --'Visitor' yang secara resmi diakui sebagai musuh Gereja Cahaya Suci-- untuk sementara dibebas tugaskan karena alasan itu.

"... Jadi, kapan ayah akan kembali?" tanya seorang gadis pada ayahnya, raut wajah cemas menghiasi wajah gadis itu.

"Aku sudah memberi tahumu, 'kan? Besok adalah pertempuran terakhir. Tidak ada jaminan bahwa kami bisa pulang dengan selamat, jadi mereka mengatakan untuk menghabiskan malam terakhir kami bersama orang-orang yang penting bagi kami-"

"Bukan itu maksudku!" seru sang gadis dengan tajam memotong kata-kata sang ayah. Membuat gaduh dapur sebuah panti asuhan umum kecil, tampak sangat marah karena alasan tertentu. "Tidak peduli bagaimana Ayah memikirkannya, ketika mereka mengatakan 'orang-orang penting', yang mereka maksud adalah istri atau pacar atau semacamnya!"

"Yah, aku pikir beberapa orang memang melakukan itu ..."

Termasuk Regal Brave saat ini, kelompok pahlawan terdiri dari tujuh orang secara total. Di antara keduanya, dua orang sudah menikah dan dua orang sedang menjalin hubungan - yah, salah satu dari keduanya mengatakan bahwa dia memiliki begitu banyak kekasih sehingga dia tidak tahu siapa yang akan menghabiskan malam dengannya, jadi dia bisa diperlakukan sebagai pengecualian.

"Bagaimanapun, aku di sini sekarang, dan di mana orang-orang memilih untuk pergi tidak ada hubungannya denganku."

Bau lezat tercium, diikuti oleh bunyi keroncongan. Untungnya, gadis itu --yang berkonsentrasi keras untuk mengaduk isi panci rebus-- sepertinya tidak mendengar.


 Untungnya, gadis itu --yang berkonsentrasi keras untuk mengaduk isi panci rebus-- sepertinya tidak mendengar

"Jadi, Ayah tidak punya gadis lain untuk menghabiskan malam bersama?"

Meski gadis itu memanggilnya ayah, pemuda itu bukanlah ayah kandungnya. Dia kebetulan saja yang tertua di panti asuhan. Manajer tempat itulah yang mungkin seharusnya menjadi figur ayah bagi mereka. Namun, dia agak terlalu tua untuk dipanggil seperti itu. Jadilah dia yang mendapatkan panggilan tersebut sebagai penggantinya.

"Tidak mungkin aku memiliki waktu luang sebanyak itu," jawab sang ayah. "Sejak aku memenuhi syarat untuk menjadi Quasi Brave, setiap hari selalu saja ada pelatihan, pembelajaran, pertarungan, dan pertempuran."

"Hmm?"

Melihat responnya yang setengah hati, gadis itu jelas tidak mempercayai alasannya. Itu bisa dimengerti. Quasi Brave, kedua terkuat setelah Regal Brave yang ditunjuk oleh gereja, warrior terbaik manusia, memiliki popularitas yang besar di publik. Pergi ke kota manapun dan mengungkap identitas sebagai seorang Brave akan langsung menarik perhatian gadis-gadis di sekitar yang akan berteriak dengan nada tinggi dan datang menghadiri pesta kongres dari sponsor akan membuatmu secara acak diperkenalkan pada putri-putri bangsawan.

Namun, memilih seorang gadis karena dia adalah Quasi Brave dan mengejar gadis yang benar-benar kau sukai adalah masalah yang benar-benar terpisah. Tidak peduli gadis mana yang mendekati dia atau trik apa yang mereka coba, prajurit muda itu selalu saja menyingkirkan mereka. Tentu saja, dia sadar bahwa orang lain akan menganggap ini sebagai suatu kerugian atau tindak 'tidak memanfaatkan situasi.'

"Ketika aku melihat Ayah sebelumnya, tampaknya ada beberapa gadis cantik yang bekerja bersama Ayah meskipun ..."

"Aku tidak tahu siapa yang kau bicarakan, tapi teman-teman hanyalah 'teman', kau tahu?"
"Fakta bahwa Ayah mengatakannya dengan serius dan bukan hanya tidak mengerti, membuatku ingin membunuhmu."

"Astaga, terkadang kau nenakutkan."

"Hmm ... masih sama seperti ayah yang kukenal dahulu..." balas gadis itu tepat saat rebusannya selesai dimasak.

"Apakah anak-anak sudah di tempat tidur?"

"Tentu saja. Ayah pikir jam berapa sekarang?"

"Lalu bagaimana dengan tuan 'good for nothing'?'" pemuda itu bertanya, mengacu pada orang tua yang mengelola panti asuhan. Tidak ada yang tahu apa-apa tentang masa lalunya sebelum ia datang ke panti asuhan, tetapi di suatu tempat dan entah bagaimana dia memperoleh keterampilan pedang yang luar biasa. Baginya, dia adalah orang terkuat dan guru pedang terbaik di dunia, tapi sayangnya dia sangat buruk di segala hal selain itu.

"Dia bilang dia punya bisnis di Ibukota dan pergi. Akhir-akhir ini kapan pun aku mengira dia pulang, dia langsung keluar dari pintu lagi," jawab gadis itu sambil menghela napas. "Kuharap dia tinggal di sini walaupun sebentar."

"Jadi, kau dan anak-anak yang mengawasi tempat ini?"

"Mhm. Apa tiba-tiba Ayah memutuskan untuk mencemaskan kami?"

"Ah ... Apa tidak ada ..."

Gadis itu tertawa melihat respon yang diberikan pemuda tersebut padanya. "Hanya bercanda. Pengawal dari kota kadang-kadang datang ke sini untuk berpatroli, dan belakangan ini Ted juga sering datang untuk membantu."

Dia langsung bereaksi saat gadis itu menyebutkan nama Ted. "Aku bersyukur untuk penjaga yang berjaga-jaga, tapi tendang Ted keluar. Aku tidak ingin dia dekat denganmu."

"Lihatlah dirimu, menganggap semuanya serius. Apakah Ayah benar-benar tidak menyukainya? "

Bukannya pemuda itu membenci Ted, tapi sebagai 'Ayah' dia pikir dia punya hak dan kewajiban untuk marah dalam situasi seperti ini.

"Makanan sudah siap," kata gadis itu sambil melepaskan celemeknya dan membawa panci rebusannya ke atas meja.

"Ah, akhirnya! Bahkan sebelum tiba di sini aku sudah kelaparan."

"Yah, yang aku lakukan hanyalah memanaskan beberapa sisa makanan karena Ayah datangnya mendadak," kata gadis itu dengan wajah lurus. Namun, pemuda itu bisa melihat melalui usahanya untuk menyembunyikan rasa malunya. Dia tahu bahwa makanan di panti asuhan tidak begitu banyak sehingga yang dapat gadis itu lakukan hanyalah memanaskan sisa sup makan malam.

Dia memutuskan untuk berpura-pura tidak menyadarinya, membalas dengan ucapan terima kasih yang sederhana.

"Ayah tidak perlu berterima kasih untuk sesuatu seperti ini," kata gadis itu dengan bangga. Dia duduk di seberang meja sambil menyeringai, dagu bersandar di tangannya, dan melihat pemuda itu makan.

Mari kita perjelas ​​di sini, pemuda itu berpikir untuk dirinya sendiri. Bahkan seandainya aku punya pacar, mungkin aku tetap akan menghabiskan malam ini di panti asuhan. Lima tahun yang lalu ketika aku masih kecil, aku mengambil pedang untuk pertama kalinya dan bermaksud untuk melindungi tempat ini. Selama lima tahun, aku berjuang melewati latihan itu meski aku tidak memiliki bakat yang istimewa. Hal itu aku lakukan karena aku tahu suatu hari nanti aku akan kembali ke sini.

Besok, kami akan pergi untuk melawan Visitor, musuh semua manusia yang tinggal di tanah ini. Jika kau mengatakannya seperti itu, kedengarannya seperti petualangan besar dengan tujuan heroik. Tapi pada akhirnya, kita akan melakukan hal yang sama seperti yang selalu kita lakukan. Untuk hal-hal yang ingin kita lindungi. Untuk melindungi tempat dimana kita ingin kembali. Kita mengambil pedang, melawan, dan bertahan.

"Tapi tetap saja, setidaknya di saat seperti ini, bukankah Ayah pikir bisa mengatakan sesuatu yang sedikit perhatian untuk sekali ini saja?" Gadis itu mengeluh.

Pemuda itu sedikit bingung mendengarnya saat ia mengunyah kentang menjadi potongan berukuran kecil. "Sesuatu yang sedikit perhatian? Seperti apa?"

"'Setelah perang ini berakhir, aku akan menikah!' Sesuatu seperti itu."

"Uhh ... kata-kata itu tidak pernah mengarah pada sesuatu yang baik."

Pemuda itu mengingat suatu saat ketika dia masihlah seorang anak laki-laki, dia melihat ke atas dan sangat mengidolakan Regal Brave. Dia sering membaca cerita fiksi yang menceritakan tentang petualangan mereka dan jika dia mengingat dengan benar, kapan pun seorang karakter mengatakan kalimat yang mirip dengan apa yang disarankan gadis itu, karakternya akan segera bertemu dengan kematian yang terlalu dini. Mengingat bahwa pemuda tersebut tidak terlalu ingin mati, dia tidak ingin mengatakan apapun yang akan menandakan hasil seperti itu.

"Aku tahu, aku tahu! Anak-anak kecil membaca buku-buku yang Ayah tinggalkan dan aku telah mengingat alur ceritanya setelah membantu mereka berkali-kali."

"Jika kau mengerti itu dan tetap menyarankanku untuk melakukannya, maka kupikir kau orang yang jahat ..."

Pemuda itu menunjuk sambil membawa sesendok rebusan ke mulutnya. Rasa lezatnya, penuh dengan rempah-rempah, membawa kembali kenangan indah. Dibuat khusus untuk memenuhi selera anak-anak yang kelaparan, sup ini tidak akan ditemukan di restoran kelas atas manapun di Ibukota.

"Baiklah, aku mengerti, tapi tetap saja ... aku merasa ada yang tidak beres." Gadis itu mulai dengan ringan mengetuk kuku jarinya di atas meja. "Malam ini, Ayah dan tentara lainnya disuruh untuk tidak meninggalkan penyesalan. Bukankah itu sama seperti menyuruh Ayah siap untuk mati kapan saja? Itu sepertinya tidak tepat untukku ... aku tidak tahu apa-apa tentang perang, tapi kupikir mereka yang tidak siap untuk mati akan lebih mungkin untuk bertahan hidup, karena mereka mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka harus pulang ke rumah tidak peduli bagaimanapun juga."

Gadis itu berhenti sebentar, wajahnya tampak muram, lalu melanjutkan. "Dalam buku yang biasa Ayah baca, jenis karakter tersebut terbunuh lebih dulu karena akan membuat cerita menjadi lebih dramatis dan menggairahkan. Tentu saja akan lebih menyedihkan bila karakter seperti itu meninggal duluan dan Ayah benar-benar ingin melihat mereka kembali ke rumah, bersatu kembali dengan orang yang mereka cintai. Tapi dalam kehidupan nyata, semuanya tidak berjalan seperti itu."

Pemuda itu bisa melihat jemari gadis tersebut mulai sedikit gemetar. Dia adalah seorang gadis yang kuat, tidak pernah membiarkan tanda-tanda ketakutan atau kecemasan muncul di raut wajahnya. Tak peduli betapa sulitnya hal tersebut, keluhan yang sebenarnya tidak pernah keluar dari bibirnya.

"Jadi saat Ayah pergi bertempur besok, jangan bercanda dengan memiliki pola pikir pesimis seperti itu. Ayah memerlukan sesuatu yang lebih pasti untuk dipegang teguh, alasan yang jelas mengapa Ayah harus kembali ke rumah. Jika Ayah tidak memberi tahu aku sekarang, kurasa aku tidak akan memiliki kekuatan untuk mengirim Ayah pergi dengan senyuman besok pagi."

Pemuda itu tahu apa yang ingin dia katakan. Dia ingin melakukan sesuatu untuk menghiburnya, tapi tetap saja, dia tidak bisa begitu saja mengumumkan rencana pernikahannya. Pertama-tama, dia benar-benar membutuhkan pasangan untuk menikah, dan keputusan penting seperti pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa kau putuskan secara tiba-tiba. Di sisi lain, ada hal konyol seperti 'Aku akan memikirkan nama yang baik saat aku pergi. Jadi, tolong siapkan bayi saat aku kembali' pasti akan memberinya tamparan keras.

Setelah berpikir keras, dia menjawab, "kue mentega."

"Hah?"

"Yang kau panggang dengan baik. Buat yang sangat besar pada hari ulang tahunku yang berikutnya, ya? "

"Ayah akan bertempur di medan perang dan pulang ke rumah ... hanya untuk kue mentega?"

"Apa salah?"

"Ahh ... aku berharap ada yang lebih serius, tapi ..." gadis itu menggaruk wajahnya sedikit, lalu menjawab, "baiklah, kurasa itu juga boleh. Sebagai gantinya, Ayah harus makan banyak kue sampai Ayah sakit perut." Dia berhasil tersenyum, meskipun itu tetap menunjukkan sedikit kekacauan di hatinya.

"Tentu saja. Serahkan saja padaku!" Pemuda yang masih mengunyah rebusan itu meyakinkan gadis tersebut.
Malam berlalu, setiap menit membawa pagi pertempuran terakhir semakin dekat.

Dalam setahun setelah malam tersebut, seluruh umat manusia punah.

Tentu saja Quasi Brave muda tidak bisa menepati janjinya.

Sejak saat itu, ras-ras yang selamat menghabiskan waktu panjang mereka dengan penuh kengerian dan rasa takut.



5 komentar: